Berantas Radikalisme Lewat Medsos, Komisi I DPR Imbau Masyarakat Bijak Berinternet
jpnn.com, JAKARTA - Masalah terorisme menjadi ancaman besar di era teknologi informasi. Karenanya, perlu penanganan serta upaya pencegahan dari seluruh lapisan masyarakat, agar terorisme bisa diberantas dari bumi nusantara.
Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R Abdullah menyebut ada fakta yang tidak bisa dihindari dari dampak reformasi, yakni terorisme dan radikalisme.
"Bahkan, melebihi dari yang dibayangkan tokoh reformasi dan melebihi dari yang dibayangkan dunia. Indonesia masuk ke dalam tiga besar negara paling demokratis di dunia," ujarnya dalam webinar bertajuk Ngobrol Bareng Legislator "Berantas Radikalisme Lewat Media Sosial" yang digelar Kemenkominfo dan DPR RI, Jumat (3/6).
Taufiq menuturkan sejak reformasi, Indonesia menjadi sebuah negara yang sangat terbuka.
Keterbukaan yang berlebihan ini merupakan reaksi dari keterkungkungan yang ada di masa orde baru.
Penindasan dan pembatasan gerak, membuat orang dulu tidak berani bicara, termasuk kalangan tokoh agama.
Maka di era reformasi, seolah-olah semua menjadi boleh dan berani. Kelompok ekstrimis, sekularis, muslim fundamental, liberalis, nasionalis, teroris, radikalis, serta semua kelompok tak bisa berkutik. Saat reformasi lahir, maka semuanya bangkit.
"Semua muncul, lalu dibarengi dengan keterbukaan informasi melalui teknologi digital. Dengan perkembangan industri 4.0, kita bisa bicara apa saja, bahkan melalui internet dan media sosial, masyarakat bisa memaki-maki presiden dan para ulama," kata Taufiq.