Biaya Pindah Ibu Kota Baru Bisa Biayai BPJS Kesehatan 4 Tahun
jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi disarankan menekan anggaran secara besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur, di saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, masih menghadapi persoalan pelik, yakni defisit belasan triliun rupiah.
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay, mengatakan hal itu bisa menjadi salah satu solusi guna mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang masih berkisar Rp 13 triliun per Desember 2019.
Sebab, kalau mengambil porsi subsidi bantuan sosial yang lain, itu kurang bijak karena seharusnya program subsidi bersifat sosial harusnya diperbanyak.
"Nah, menurut saya salah satu alternatif yang bisa dalam waktu dekat dikerjakan, kurangilah infrastruktur itu sedikit. Jangan terlaku banyak itu infrastruktur. Benar enggak?" ucap Saleh dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Progres BPJS Kesehatan Pasca Putusan MA?" di Media Center MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/3).
"Kan infrastruktur juga banyak yang utang ke luar negeri. Kalau utang dikasih untuk rakyat harusnya sama-sama gotong royong habisinnya. Tetapi kalau untuk proyek, kadang-kadang rakyat enggak tahu apa-apa tiba-tiba sudah punya utang sekian. Begitu," lanjut legislator asal Sumatra Utara itu.
Oleh karena itu, katanya, tidak ada salahnya Presiden Jokowi memikirkan alternatif tersebut, di samping opsi lain seperti revisi UU BPJS. Sebab, anggaran untuk pembangunan infrastruktur luar biasa besar. Satu contoh, rencana pemindahan Ibu Kota Baru dari Jakarta ke Kaltim, angkanya fantastis.
"Itu salah satu alternatif menurut saya. Coba bayangin pemindahan ibu kota, Rp 466 triliun. Itu berarti sudah bisa membiayai BPJS selama empat tahun. Bisa kita subsidi dari situ," ucap mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Alternatif itu menurutnya tidak harus menghentikan pembangunan infrastruktur.