Bidan PTT Berjuang Sembari Mengurut Dada
Wajah memilukan nasib bidan desa luput dari tangkapan kamera. Belum lagi sinyal handphone dan listrik yang sehari hidup dua jam dalam dua puluh empat jam, serta kejaran binatang buas. Ancaman kriminalitas di Polindes, atau Poskesdes, tidak menyurutkan janji bakti bidan desa PTT untuk mengabdi di desa terpencil, dan sangat terpencil. Bahkan terkategori desa-desa tertinggal di negeri kepulauan bernama Indonesia.
Apa yang memicu bidan desa PTT meminta dijadikan PNS?
Sekitar awal 2013, kehebohan melanda hingga ke pelosok desa. Pengesahan Permenkes No. 7 Tahun 2013, bahwa Perpanjangan Sistem Kerja Kontrak alias Pegawai Tidak Tetap bagi bidan desa, ternyata menghasilkan masa kerja diputus kontraknya atau dimulai dari nol kembali. Tercantum pula, Hak Cuti Melahirkan hanya 40 hari kerja, kini terkenal terburuk di dunia.
Bagai tiupan Sangkakala, bidan desa berlabel PTT mulai merangsek seperti mendapat peluit komando. Isi kantong cekak, bukan penghalang. Solidaritas dan pengorbanan jadi obor menyala dari sepanjang bundaran HI (Jakarta) hingga ke Istana Negara. Spontanitas tinggi, tak kuasa menabrakkan diri di kawat berduri tepat depan Istana. Waktu itu Mei 2013.
Setelah itu?
Aksi kedua kami lanjutkan kembali. Agustus 2013, demo besar-besaran kembali pecah. Tuntutannya masih di sekitar penolakan terhadap Permenkes No. 7 Tahun 2013. Riuh rendah perjuangan ketika itu, mulai terdengar jeritan untuk menjadi PNS. Pemberitaan media massa lumayan menggema. Alhasil, masa kerja terlama sejak tahun 2005, tak diputus kontraknya. Namun dimulai dari nol tahun!
PHP, istilahnya jaman sekarang. Kira-kira ratusan audiensi dari pintu ke pintu anggota dewan yang terhormat. Dan Rapat Dengar Pendapat umum, mungkin saja cukup hanya didengarkan. Terobosan tak pernah didapat.
Sepanjang tahun 2014, tonggak perlawanan bidan desa berlabel PTT kembali ditandaskan, Mei 2014. Slogan “Selamatkan Ibu Melahirkan, Selamatkan Bidan Desa PTT” jadi head line. Paling tidak di sejumlah status media sosial, hingga poster, dan spanduk kampanye simpatik perjuangan. Hingga tema di undangan acara Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2015. Presiden RI ke-5, dan sejumlah Menteri Perempuan Kabinet Kerja Jokowi-JK diboyong, turut memperingati International Woman Day (IWD), di bilangan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Dari perjuangan itu, adakah hasilnya?