Blakblakan, Kepala ICU RS Keluhkan Fasilitas BPJS
Menurutnya, rumah sakit tidak mampu untuk menutup hal tersebut. “Ketika pasien butuh obat, tetapi tidak tersedia di formulariumnya BPJS, pasien tidak boleh membeli obat itu. Tapi pihak rumah sakit lah yang harus mengcover. Ini kan sama saja dengan bentuk dzalim,” tegasnya.
“Pertanyaannya, mau sampai kapan seperti ini,” imbuhnya. Saat ini pihaknya menginginkan adanya perbaikan dari aturan tersebut, sehingga bisa menghasilkan aturan yang sama-sama menguntungkan dari pihak manapun.
Asuransi berjalan lancar, rumah sakit tidak merasa terbebani, masyarakatpun juga enak. Karena saat ini yang membuat frustasi yakni berasal dari permasalahan obat tersebut.
Sementara itu Kepala BPJS Kesehatan Malang Indry Kurnia menyatakan, prinsipnya kalau di era JKN manakala peserta dirawat di rumah sakit sesuai dengan haknya, tidak akan menambah biaya sama sekali.
“Obatnya itu semua ada di dalam formularium nasional (fornas), yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan,” kata dia.
Misalkan obat tidak ada di dalam fornas, lanjut Indry, sebetulnya pasien boleh dibelikan obat melalui formularium yang ada di rumah sakit-rumah sakit.
Intinya ketika obat yang tidak ada di fornas, rumah sakit bisa memberikan melalui formularium. “Karena JKN membayar ke rumah sakit sudah paket. Jadi sudah termasuk semuanya,” terangnya. Memang diharapkan pasien tidak membeli obat, karena tidak ingin memberatkan pasien.
“Di ketentuan JKN memang seperti itu. Sesuai dengan haknya tidak menambah biaya,” lanjutnya. Jadi, istilahnya semuanya dilimpahkan dan menjadi tanggung jawab rumah sakit.