Bohong Ala Giring
Oleh: Dhimam Abror DjuraidMenurut Oxford Dictionaries, post-truth diartikan sebagai ‘’istilah yang mewakili situasi-situasi di mana keyakinan dan perasaan pribadi lebih berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibanding fakta-fakta yang obyektif.
Post truth adalah kondisi ketika fakta objektif tidak lagi memberikan pengaruh besar dalam membentuk opini publik, justru malah keyakinan pribadi dan keterkaitan emosional yang mendapatkan dukungan terbanyak dari masyarakat.
Secara literat, “setelah kebenaran” berarti kebenaran sudah ditinggalkan. Lalu bagaimana kisahnya hingga kebenaran ditinggalkan dan digantikan oleh opini yang tidak harus benar, asalkan banyak yang setuju dan sesuai dengan keyakinan pribadi kita
Sebelum membaca suatu berita atau artikel internet, warganet sudah memiliki pendapat pribadi yang telah terbentuk dari stereotype-stereotype yang ada tanpa mencari fakta.
Berbagai opini itu sudah tertanam dan seakan telah menjadi fakta sehari-hari yang memang benar, padahal belum tentu.
Pengetahuan-pengetahuan yang belum tentu fakta itu telah tertanam di benak masyarakat melalui berbagai cara. Dapat disebabkan oleh berita palsu (hoaks), salah asuhan/didikan, pergaulan yang kurang baik, hingga ke sumber informasi naif dari orang terdekat yang telah dipercayai sepenuhnya.
Kemudian, berbagai pengetahuan dan stereotype yang telah tertanam pada khalayak itu, ditampilkan kembali pada artikel, posting di media sosial atau bentuk berita lain yang ada di internet.
Sehingga, pembaca memiliki keterkaitan emosional terhadap apa yang disampaikan oleh berita yang sebetulnya belum tentu benar tersebut.
Hoaks dapat menyebar luas dengan mudah karena kondisi post-truth yang makin berkembang di era media sosial ini.