Bolehkah Mencicil Mandi Besar Saat Cuaca Dingin?
Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, disebutkan para ulama berbeda pendapat menghukumi al-muwalah ini:
Para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai beriringan (al-muwalah) apakah merupakan bagian dari kewajiban mandi atau kesunnahan mandi?
Mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali berpandangan tentang kesunnahan al-muwalah dalam membasuh seluruh anggota badan, berdasarkan apa yang dilakukan Nabi Muhammad.
Ulama Hanabilah menegaskan ketika al-muwalah tidak dilaksanakan oleh seseorang sebelum sempurnanya basuhan mandi.
Sekiranya anggota yang dibasuh menjadi kering sebab adanya jarak waktu yang normal dan ia ingin menyempurnakan basuhannya, maka ia wajib memperbarui niatnya pada saat menyempurnakan basuhannya, sebab terputusnya niat dengan tidak beriringan (al-muwalah), maka basuhan yang masih tersisa dianggap terlaksana tanpa adanya niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, al-muwalah merupakan kewajiban mandi.
Pernyataan di atas menjelaskan al-muwalah dalam mandi besar berstatus sunah kecuali dalam mazhab Maliki yang menghukumi wajib.
Dalam kesunnahan ini, ulama mazhab Syafi'i berpatokan terhadap praktek al-muwalah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar.
Ibnu Umar berwudu di pasar, ia membasuh dua tangan, wajah dan kedua lengannya sebanyak tiga kali, lalu masuk ke masjid dan mengusap dua selopnya setelah wudhu’nya kering, lalu ia salat (HR. Baihaqi).