Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

BPHN Kemenkumham Elaborasikan Pasal-Pasal Kerukunan

Sabtu, 05 Agustus 2017 – 22:00 WIB
BPHN Kemenkumham Elaborasikan Pasal-Pasal Kerukunan - JPNN.COM
Anggota TNI bersama warga saat melakukan kerja bakti di Gereja Maranatha Sampit,Senin (5/6). FOTO:SONY/KALTENG POS/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sedang mengelaborasi sejumlah pasal dalam perundang-undangan yang mengatur masalah kerukunan. Untuk itu pula BPHN hadir pada Rapat Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Pembangunan Masyarakat Toleran, Selasa (1/8).

Ketua Pokja dari BPHN Eko Suparmiyati mengatakan, pihaknya sudah menginventarisasi sejumlah pasal terkait kerukunan. “Kami berharap tercipta suatu regulasi yang menuju masyarakat toleran di Indonesia. Tujuannya untuk menciptakan kepastian hukum untuk terciptanya masyarakat toleran,” ujarnya, Sabtu (5/8).

Eko menjelaskan, langkah itu berangkat dari analisis dan evaluasi hukum bidang sosial budaya terutama terkait fenomena intoleran akhir-akhir ini. Pokja BPHN juga melibatkan lintas kementerian untuk menyinkronkan produk perundang-undangan di masing-masing kementerian.

Alhasil, BPHN membentuk pokja khusus untuk menganalisis sejumlah produk hukum terkait dengan pembangunan masyarakat yang toleran. “Ada banyak ahli yang dihadirkan  BPHN di sejumlah rapat membahas perundangan yang mengatur masalah kerukunan,” ucapnya.

Ahli yang dihadirkan salah satunya adalah Henry Simarmata, tenaga ahli utama di Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Dia menyoroti beberapa hal yang kerap bersinggungan dengan isu-isu kerukunan.

Pertama, katanya, budaya klasik di luar hukum tertulis. Kedua, menyangkut sisi keadilan seperti persoalan isu tambang dan tanah yang menjadi fasilitas publik,

“Yang ketiga aspek hukum dan keempat masalah leadership. Misalnya Gus Dur yang muruahnya lebih dari presiden. Pada saat yang sama, ada masyarakat yang tidak punya tokoh itu tetapi mereka kuat secara adat,” ucapnya.

Henry lantas mengutip pendapat ahli tata negara Jimly Asshiddiqie bahwa pembentukan undang-undang di Indonesia harus menjamin terbukanya akses peradilan. Menurutnya, gagasan Jimly mungkin masih sulit tercapai karena hukum adat menuntut kriteria tersendiri.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sedang mengelaborasi sejumlah pasal dalam perundang-undangan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News