Brigadir Wahyu Pengin Peluk Mama Terus, Inikah Firasat Itu?
"Saya punya tiga anak. Dua perempuan, dan satu lelaki. Wahyu merupakan anak kedua kami. Adiknya, Arini Intah Cahyahni, baru mau masuk SMA. Sedangkan kakaknya, Wiwid Indrayani, sudah bekerja di Rumah Sakit Pelni. Hari ini, dia juga hadir di sini. Itu yang sedang bersama ibunya," kata Misar, sambil menunjuk seorang gadis berjilbab yang berdiri di samping Murtini.
Misar menyebut, Wahyu merupakan sosok anak yang penurut. Tidak banyak ulah. "Wahyu sangat patuh kepada kami. Ia juga sayang kepada kakak dan adik perempuannya. Sebelum masuk Polisi, Wahyu pernah kuliah di Stikes Alifah, Padang," kata Misar.
Lelaki berkulit sawo matang itu mengaku tidak punya firasat apa-apa sebelum kematian Wahyu. "Saya ataupun ibuk (Murtini), juga tidak pernah bermimpi yang aneh-aneh," ucap Misar.
Hanya saja, diakui Misar, beberapa hari sebelum meninggal akibat kecelakan lalu-lintas di jembatan PLTA Batang Agam, Wahyu memang bertingkah sedikit aneh.
"Ia sering menelepon saya dan ibunya. Pagi sebelum berangkat ke Payakumbuh, Wahyu juga masih sempat menghubungi kami," kata Misar.
Pihak keluarga sendiri, menurut Misar, bertemu Wahyu untuk terakhir kalinya, pada awal-awal Ramadhan. "Saya tidak ingat, tanggal dan harinya. Yang jelas, di awal puasa-awal, Wahyu mendapat tugas, mengawal pengantaran uang dari Padang ke sebuah bank di Muko-Muko," cerita Misar.
Sebelum berangkat dari Padang, Wahyu sempat menghubungi Misar dan Murtini. "Wahyu meminta kami, menyusulnya ke Muko-Muko. Sebab, dia tidak mungkin singgah ke rumah. Apalagi, jarak rumah kami dengan jalan raya Muko-Muko cukup jauh. Kami tinggal di Desa Makmur Maju, Kecamatan Panik. Untuk ke Muko-Muko, kami harus lewat kebun sawit," ujar Misar.
Setelah membuat janjian, Misar dan Murtini, akhirnya bertemu dengan Wahyu di sebuah bank di pusat pemerintahan Muko-Muko. Itulah pertemuan terakhir pasangan suami-istri tersebut dengan buah hati mereka. Dalam pertemuan tersebut, diakui Misar, Wahyu kembali bertingkah tak lazim.