Bu Guru Marni Berjualan Baju Bekas demi Membiayai PAUD
Ya, ibu satu anak ini sudah sejak 2013 mengabdikan diri di PAUD Flamboyan di dekat rumahnya. Ada dua guru lain seperjuangannya. Namanya: Rikanah dan Rosidah.
Sejak bergabung di PAUD itu, dia tak digaji. Tak ada uang operasional pula.
“Dari SPP bulanan yang hanya Rp 10 ribu per anak, tidak cukup untuk membiayai operasional sekolah,” katanya.
Saat ini, kata dia, siswanya hanya 17 anak. Hanya 10 persen dari jumlah anak usia dini yang ada di dusunnya. “Kesadaran untuk bersekolah masih rendah,” kata aktivis Muslimat NU ini.
Proses menyadarkan masyarakat untuk mendaftarkan anak mereka ke PAUD tidaklah mudah. Apalagi, kata Marni, mayoritas masyarakat setempat berada di bawah garis kemiskinan.
“Sejak dirintis, sekolah ini masih numpang di rumah warga. Baru Januari kemarin, pindahan ke gedung baru, bantuan dari desa di atas tanah wakaf,” kata Marni.
Di tengah keterbatasan, kata dia, pendidikan untuk anak usia dini masih belum bisa diterapkan maksimal. Fasilitas bermain anak sangat minim. “Padahal, anak-anak ini kan belajar dengan cara bermain.”
Karenanya untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah, Marni harus putar otak. Berbagai upaya telah dilakukan. Mulai meminta bantuan pemerintah hingga donatur.