Bu Retno Terkejut, Kirim Surat Terbuka untuk Mas Nadiem Makarim
Pada pelaksaan PPDB sistem zonasi tahun 2019, Mendikbud Muhajir bahkan sudah menetapkan jalur zonasi mencapai 80%, namun di era Mendikbud Nadiem diturunkan drastis menjadi 50%.
Jika Mas Menteri konsisten dengan pernyataan yang disampaikan dalam diskusi daring yang diselenggarakan KPK pada 29/7 lalu, maka menurunkan jalur zonasi hingga sebesar 30% justru mengarah pada ketidak konsistenan dalam berpikir soal keadilan social yang juga Mas Menteri singgung.
Mas Menteri juga menyatakan bahwa “Kalau kita hitung-hitung dari semua total jumlah kebutuhan sekolah di Indonesia dan kita proyeksikan ke depan, tidak mungkin [bisa terpenuhi] tanpa partisipasi pihak swasta,".
Padahal, jumlah sekolah negeri yang yang sedikit, tidak menyebar merata dan semakin naik jenjang pendidikan jumlahnya semakin sedikit bukan barang baru, ini kondisi puluhan tahun yang lalu, masalah lama yang belum diselesaikan.
Kalau Mas Menteri mau meningkatkan APK dan lamanya anak sekolah di Indonesia, maka program menambah jumlah sekolah negeri untuk jenjang SMP dan SMA/SMK mutlak dilakukan, terutama untuk daerah-daerah yang padat penduduk tetapi sekolah negerinya sangat sedikit dan tidak menyebar merata. Ini harus didasarkan pemetaan pemerintah daerah dan memerlukan kerjasama dengan pemerintah daerah.
Sebagai menteri pendidikan, semoga Mas Menteri sudah menyadari bahwa lama belajar di Indonesia baru ditingkatkan 9,1 tahun dalam RPJMN 2020/2024, sebelum tahun 2020 lama belajar anak Indonesia rata-rata hanya 7,9 sampai 8,5 tahun. Lulus SMP normalnya adalah 9 tahun, itu artinya mayoritas SDM kita lulusan Sekolah Dasar (SD). Anak-anak yang putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA/SMK dikarenakan kemiskinan dan tidak ada sekolah negeri terdekat.
Oleh karena itu, daripada menyebar uang APBN dalam program organisasi penggerak (POP) pada organisasi dan yayasan-yayasan yang mayoritas belum jelas rekam jejaknya dalam meningkatkan kapasitas guru dan kepala sekolah, mengapa Mas Menteri tidak mengalihkan anggaran untuk penambahan jumlah sekolah negeri jenjang SMA/SMK yang jumlahnya hanya 6.683 se-Indonesia, angka itu jauh dari mencukupi. Selama jumlahnya tidak ditambah, maka kericuhan PPDB tidak akan mereda tahun-tahun kedepan.
Ketiga, Mengapa Menteri Nadiem yang milineal Tak Berdaya Mengatasi Persoalan PJJ bagi puluhan juta anak Indonesia ?