Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Bu Retno Terkejut, Kirim Surat Terbuka untuk Mas Nadiem Makarim

Sabtu, 01 Agustus 2020 – 10:45 WIB
Bu Retno Terkejut, Kirim Surat Terbuka untuk Mas Nadiem Makarim - JPNN.COM
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pada era pandemic Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring maupun luring sarat kendala, mengapa Mas Menteri yang dijuluki menteri milineal justru terkesan tak berdaya? Tidak terlihat langkah-langkah konkrit Kemdikbud mengatasi berbagai kendala PJJ, padahal hasil survey berbagai pihak terhadap PJJ fase pertama seharusnya dapat dijadikan dasar menyelesaikan masalah. Namun, tidak ada terobosan apapun selama berbulan-bulan, sehingga permasalahan pelaksanaan PJJ fase kedua masih sama.

Padahal, jutaan anak Indonesia saat ini terkurung di rumah, dan para orangtua cemas terhadap efek jangka panjang pada anak-anak akibat terisolasi di rumah, kehilangan hak bermain, kesempatan bersosialisasi dan terlalu lama beristirahat dari kegiatan akademik dan ekstrakurikuler di sekolah. Data survey Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) fase 1 yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada April 2020 dan diikuti 1700 siswa, menunjukkan 76,7% responden siswa tidak senang belajar dari rumah.

PJJ adalah “hal baru” bagi anak, orangtua, ataupun sekolah. Ibaratnya, tidak ada satu pihak pun yang memiliki bekal cukup untuk menjalaninya, baik secara pedagogis maupun psikologis.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika survei KPAI terkait PJJ fase pertama berjalan tidak efektif dan 77,8% responden siswa mengeluhkan kesulitan belajar dari rumah dengan rincian : 37,1% siswa mengeluhkan waktu pengerjaan yang sempit sehingga memicu kelelahan dan stress; 42% siswa kesulitan daring karena orang tua mereka tidak mampu membelikan kuota internet, dan 15,6% siswa mengalami kesulitan daring karena tidak memiliki peralatan daring, baik handphone, komputer PC, apalagi laptop.

Orang tua juga ikut tertekan saat mendampingi anak-anaknya melakukan PJJ secara daring, karena harus mengingatkan berbagai tugas belajar, mana yang sudah dikerjakan dan mana yang belum. Orang tua juga harus mengirim tugas-tugas anaknya kepada gurunya dalam bentuk foto dan video. Terbayang beratnya jika orangtua memiliki anak lebih dari satu yang bersekolah, termasuk beratnya kuota internet yang harus ditanggung orang tua.  

Sementara itu, hasil survey yang dilakukan atas inisiasi pribadi oleh Komisioner KPAI bidang Pendidikan pada Juni 2020 terkait pembukaan sekolah menunjukkan hasil yang cukup menarik, di mana 66% orang tua dari 196.546 responden menolak sekolah di buka pada 13 Julli 2020. Namun, penolakan orang tua berbanding terbalik dengan sikap anak-anak yang justru setuju sekolah segera di buka sebanyak 63,7% dari 9 .643 responden.

Disisi lain, sikap pendidik yang berasal dari jumlah sampel 18.111 responden guru sama dengan para siswanya, yaitu 54% setuju sekolah di buka. Para guru dan siswa mendukung sekolah dengan tatap muka karena PJJ di fase pertama dinilai tidak efektif dan sarat kendala, baik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri.

Mas Menteri, ada jutaan anak Indonesia yang saat ini terisolasi di rumah mengalami frustasi karena tidak terlayani PJJ. Berdasarkan survey KPAI, PJJ menunjukan kesenjangan yang lebar dalam akses digital di kalangan peserta didik. Anak-anak dari kelas ekonomi menengah ke atas terlayani PJJ secara daring karena kelompok ini memiliki segalanya yang dibutuhkan untuk belajar daring.

Bu Retno merasa terkejut lantas mengirim surat terbuka kepada Mendikbud Mas Menteri Nadiem Makarim, sebagai kritiknya sebagai orang tua terhadap pengelolaan pendidikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News