Buaya Pemangsa Manusia Takluk
Ingin Berontak, Tewas di Tangan PawangRabu, 30 Juli 2008 – 10:06 WIB
Buaya yang diperkirakan berusia lebih dari empat puluh tahun inilah yang sudah ditunggu oleh Tok Usman, sapaan akrab pria ini selama satu Minggu. Pancing atau umpan aler yang dipasangnya di dua tempat berbeda ternyata membuat buaya tertarik.
Tok Usman menegaskan, petunjuk ke mana aler dibawa buaya lari didapatnya dari jiriken yang dipasang di tali pancing. Ia mengatakan, buaya tersebut sempat memberontak saat hendak ditaklukkan pasca memakan umpan aler. Dengan bantuan Iwan dan beberapa warga Sungai Nyireh dan Desa Kalimas, akhirnya buaya itu takluk di ujung tombak sang pawang. “Buaya ini sangar dan memberontak. Jadi saya tombak sampai akhirnya mati,” katanya.
Sedikitnya tiga motor air diturunkan untuk menjemput buaya ini di Sungai Nyireh. Satu speed boat digunakan untuk mengawal buaya. Letak Sungai Nyireh, bisa ditempuh dengan jalan air dan darat. Waktu tempuh dengan menggunakan jalur air mencapai setengah jam.
Saat tiba di lokasi, di kanan kirinya terdapat pohon Nipah. Juga banyak ‘beteng’ (daerah daratan dan sungai) yang menjadi kegemaran buaya untuk memanjakan diri. Buaya tersebut sudah dikerumuni warga.
Kebanyakan warga di Sungai Nyireh ini adalah suku Dayak dan Tionghua. Juga banyak warga Melayu. Mereka berkumpul di sebuah jembatan di kawasan tersebut. Tak jarang, mereka juga membawa anak-anak kecil menyaksikan binatang ganas yang sudah tak berdaya di tangan pria asli Rasau Jaya ini.
Kepala buaya sudah berlumuran darah. Bahkan dilehernya terdapat bekas tikaman senjata tajam. Seketika itu buaya ini langsung dinaikkan ke motor air, untuk dievakuasi ke Desa Kalimas. Tok Usman mengaku ia menangkap buaya ini tanpa adanya bantuan dari petugas Balai Konservasi Sumber Saya Alam (BKSDA). “Kemarin BKSDA sempat menemani memasang pancing. Tapi habis itu tidak muncul lagi,” katanya.