Budi Mulya: Pejabat BI Tidak Dapat Dipidana
jpnn.com - JAKARTA - Kubu terdakwa kasus skandal Century, Budi Mulya mengklaim bahwa kebijakan pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai sebagai bank gagal berdampak sistemik, yang dilakukan jajaran pejabat Bank Indonesia tidak dapat dipidanakan.
Ini disampaikan dalam nota keberatan (ekspepsi) Budi yang dibacakan oleh tim penasehat hukumnya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, (13/3).
Menurut salah satu penasehat hukum Budi, Alfian. C. Sarumaha, kebijakan yang dibuat jajaran BI tidak dapat dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
"Sesuai dengan pasal 45 Undang-undang BI disebutkan bahwa Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik," papar Alfian saat membacakan eksepsi.
Dalam kasus ini, mantan Deputi IV Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Bank Indonesia itu disebut jaksa KPK, bersalah karena melakukan pemberian FPJP. Ini dibantah Budi sebagai tindakan yang dilakukannya sendiri.
Budi menyebut pemberian FPJP sebesar Rp 689,374 miliar dan penyertaan modal sementara (bailout) Rp 6,7 triliun bukanlah inisiatif pribadi, melainkan keputusan yang diambil dalam rapat Komite Stabilisasi Sistem Keuangan yang dihadiri oleh atasannya saat itu, mantan Gubernur BI Boediono.
"Keputusan itu diambil bukan dalam hitungan tahun, bulan, atau hari. Tetapi jam dan saat itu juga," sambung Penasehat hukum lainnya, Luhut Pangaribuan.
Luhut juga menilai dakwaan jaksa KPK yang menyebut kliennya merugikan negara Rp 7,4 triliun tidak dapat diterima. Karena negara tidak mungkin dirugikan dalam pemberian FPJP dan bailout, bank yang menerima akan mengembalikan kepada negara.