Budi Rahardjo, IT-Preneur di Balik Domain .id
Tak Cari Profesor, Pilih Bagikan Selebaran di JalanSeiring berjalannya waktu, Budi melihat banyak ceruk pasar di industri teknologi informasi tanah air yang belum terlayani. Mulai usaha web hosting, web design, tenaga kerja IT, hingga konsultan IT untuk perusahaan. Berusaha menggarap pasar itu, dia mendirikan sedikitnya 10 perusahaan pada 2000. Namun, karena strategi yang tidak baik, banyak yang akhirnya kolaps.
"Saya mendirikan perusahaan itu bukan semata karena peluang bisnis. Tapi, penasaran saja, kok layanan ini tidak ada di Indonesia. Akhirnya, saya buat apa yang belum ada. Bahkan, saya pernah mendirikan PJTKI khusus tenaga IT untuk kebutuhan luar negeri. Supaya mereka bisa berkembang di sana. Tapi, karena orang Indonesia banyak yang manja, dua minggu sudah minta pulang. Gagal lagi usaha saya,’’ terangnya.
Saat ini, perusahaan Budi yang masih berjalan tinggal dua. Yakni, perusahaan konsultan IT Indo Cisc dan perusahaan penyedia music digital Insan Music Store.
Namun, kegagalan usaha Budi justru membuat banyak investor yang mengajak kerja sama. ’’Mereka ngajak karena merasa sudah tahu komitmen saya. Tapi, saya tidak mau karena banyak yang harus saya kerjakan,’’ terangnya.
Pada 2005, Budi memutuskan untuk melepaskan hak pengelolaan domain Indonesia. Sebab, dia merasa ingin lebih berfokus ke dunia IT security. Lucunya, keputusan itu pun kembali membuat ribut dunia IT Indonesia.
"Ributnya bukan karena tak ada yang mau mengelola. Justru sebaliknya. Pemerintah, swasta, dan individu berebut hak untuk mengelola domain itu. Sebab, pemegang domain memiliki potensi keuntungan yang sangat besar. Akhirnya, saya serahkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan mereka membentuk badan pengelola sendiri,’’ jelasnya.
Berkiprah sebagai aktivis IT di Indonesia tidak berarti tidak punya konsekuensi. Hal tersebut diakui Budi membuat ambisinya untuk mengejar karir di kampus mengecil. Selama 19 tahun berkarir di ITB, statusnya tidak berubah, tetap menjadi pengajar di kelompok keilmuan teknik komputer.
"Kalau saya ditanya kapan jadi profesor, saya selalu bilang moal jiganah mah (sepertinya tidak akan jadi). Biasanya teman-teman langsung memarahi saya. Saya memang belum mau jadi guru besar. Saya bukan orang yang mau repot-repot melamar untuk posisi itu. Apalagi administrasi saya sebagai dosen memang berantakan,’’ ujarnya.