Bung, Ayok Ke Palangka...
Hari itu, dia menjanjikan "bahwa pada 17 Agustus 1959, Palangkaraya yang pada saat peletakan batu pertama masih berupa hutan rimba belantara, telah siap menjadi ibukota sebuah propinsi," tulis Nila Riwut dalam Tjilik Riwut, My Father.
Tjilik Riwut langsung turun tangan. Tak hanya memerintah, ia turut bekerja bersama rakyat. Bahu membahu membangun jalan, perkantoran, perumahan, bandar udara dan sarana prasarana lainnya. Alhasil, janji pun ditepati.
Senarai kisah di atas, dokumentasinya tersimpan di Museum Balanga, Jl. Tjilik Riwut, Palangkaraya.
Berdasarkan info dari museum, diketahui pula Palangkaraya berasal dari kata Utus Palangka Bulau--identitas tua kaum setempat, sebelum para ilmuwan Barat melabeli mereka dengan sebutan Dayak.
Secara harafiah, Utus Palangka Batu berarti utusan dari dunia langit.
Soekarno tak main-main dengan rencananya.
"Dua kali Bung Karno mengunjungi Palangka Raya, untuk melihat langsung potensi kota itu untuk jadi pusat pemerintahan," tulis Wijanarka dalam buku Soekarno dan Disain Rencana Ibukota RI di Palangkaraya.
Namun apa boleh buat. Rencana tinggal rencana. Seiring lengsernya Soekarno, haluan pun berubah.