Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Cancel Culture

Oleh Dahlan Iskan

Rabu, 27 Januari 2021 – 05:50 WIB
Cancel Culture - JPNN.COM
Dahlan Iskan di ruang perawatan pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di Surabaya. Foto: disway.id

Saya perlu melihat/mendengar semua itu agar tahu di mana posisi Seno Nugroho.

Baca Juga:

Saya kan juga penggemar dalang-mati-muda lainnya: Ki Enthus Susmono. Yang saat meninggal menjabat sebagai Bupati Tegal –yang kelihatannya mengatur satu kabupaten lebih sulit dari mengatur satu kerajaan Hastinapura.

Seno memang istimewa. Ia dalang untuk zamannya –zaman milenial ini. Ia melangkah lebih ke kekinian dari gurunya: dalang Ki Manteb Sudarsono. Ia beda benar dengan bapaknya: dalang Ki Suparman.

Rasanya gaya Seno tidak akan lahir tanpa Ki Manteb –yang memang diakuinya sebagai gurunya.

Pak Manteb memang perintis adegan flash back dalam wayang –sepengetahuan saya. Gaya film beliau adopsi ke wayang.

Misalnya dalam lakon Bharatayudha episode matinya Pandita Durna. Yang ia gelar selama 7,5 jam itu: adegan pertamanya langsung mengejutkan.

Aneh sekali. Adegan pertama itu berupa berseliweran panah di layar. Tokoh pemeran pembuka di lakon itu: panah!

Bahkan di pergelaran Seno Nugroho praktis tidak ada lagi pertunjukan yang diawali dengan 'jejer'. Yakni rapat kabinet kerajaan. Yang monoton. Yang lambat. Yang panjang. Adegan rapat kabinet itu bisa satu jam sendiri.

Tidak terhitung berapa lakon yang saya lihat. Yang terbanyak yang dimainkan dalang Seno Nugroho yang dari Jogja itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News