Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Cancel Culture

Oleh Dahlan Iskan

Rabu, 27 Januari 2021 – 05:50 WIB
Cancel Culture - JPNN.COM
Dahlan Iskan di ruang perawatan pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di Surabaya. Foto: disway.id

Tentu adegan seperti itu pernah ditampilkan dalam wujud yang lebih dramatis di wayang golek Sunda. Yakni oleh dalang Sunda pujaan saya: Asep Sunarya, almarhum.

Ups... Terlalu panjang saya menulis soal wayang. Siapa yang masih mau membacanya.

Baiklah saya pindah topik. Ke filsafat cancel culture yang banyak saya baca tadi.

Saya tidak tahu bagaimana harus menerjemahkan cancel culture ke dalam bahasa Indonesia. Namun melihat konteksnya, cancel culture baiknya diterjemahkan menjadi budaya penolakan. Atau budaya pengucilan.

Korban terbesarnya –dan terbarunya– adalah Donald Trump. Presiden Amerika pada masanya itu. Ia ditolak untuk 'tetap bersama kita'. Ia dikucilkan.

Yang melakukan penolakan adalah Twitter, Facebook, dan YouTube. Trump diberedel secara permanen di medsos itu.

Perdebatannya ialah: siapa sebenarnya yang berhak melakukan cancel. Dalam hal apa cancel boleh dilakukan. Politik? Ekonomi? Gaya hidup? Atau di semua bidang?

Lalu siapa yang boleh di-cancel. Apa saja kriteria cancel itu.

Tidak terhitung berapa lakon yang saya lihat. Yang terbanyak yang dimainkan dalang Seno Nugroho yang dari Jogja itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close