Capres-Cawapres Indonesia Diminta Lebih Fokus Ke Energi Terbarukan
Menurut Olivia yang bekerja di sektor lingkungan, Pemerintah bisa memulai dengan alokasi investasi energi geotermal yang walau biaya awalnya tinggi namun ia nilai kualitas energinya bersih. Dalam jangka panjang, energi ini juga bisa menguntungkan, kata Olivia.
"Sementara untuk energi skala kecil seperti mikrohidro, Pemerintah bisa mendedikasikan badan sendiri yang bisa mendukung implementasi di pelosok-pelosok Indonesia," sebutnya kepada ABC.
Harapan tentang pemanfaatan energi terbarukan juga didukung kalangan akademisi. Dari hasil studi, Indonesia disarankan untuk segera melakukan transisi ke energi ramah lingkungan dan meninggalkan sumber fosil.
"Sangat dominan biayanya kalau kita mempertahankan bahan bakar fosil ini," kata Alin Halimatussadiah, Kepala Kajian Lingkungan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI), dalam diskusi bertema batubara vs energi terbarukan dan kebijakan Presiden terpilih, di Jakarta awal Februari lalu.
Alin menjelaskan kerugian yang ditanggung Indonesia akan lebih besar jika tidak segera memulai transisi. Ia lalu mencontohkan komoditas batubara yang masih menjadi favorit, baik untuk sumber energi dalam negeri maupun ekspor.
"Batubara itu kan sebenarnya banyak biaya eksternalitasnya. Nah, tapi itu belum ada yang mengevaluasi di Indonesia. Berapa sih sebenarnya nilainya," kata Alin kepada ABC selepas diskusi tersebut.
Ia memaparkan jika biaya eksternalitas, yang merupakan biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi, sudah diketahui maka biaya sesungguhnya dari batubara akan terlihat.