Cara KPU Larang Mantan Napi Koruptor Nyaleg Dinilai Salah
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin meyakini banyak masyarakat mendukung KPU, karena upaya lembaga tersebut membatasi hak mantan narapidana korupsi maju sebagai bakal calon anggota legislatif, merupakan isu yang populis.
Said bahkan mengaku sebagai salah seorang masyarakat yang setuju dan mendukung niat baik lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
"Cuma, sebagai orang yang mengerti cara pembentukan peraturan perundang-undangan, saya protes. Cara (yang ditempuh KPU melakukan pembatasan lewat Peraturan KPU) tidak benar," ujar Said kepada JPNN, Rabu (5/9).
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini menilai, KPU tidak seharusnya membatasi hak mantan narapidana korupsi maju sebagai bakal calon legislatif lewat Peraturan KPU. Karena dipilih dan memilih merupakan hak konstitusional dan hak asasi manusia.
Menurut Said, ada cara lain yang dapat ditempuh lembaga penyelenggara pemilu jika tak ingin mantan napi korupsi maju sebagai caleg.
Yaitu, memohon pada pembuat undang-undang dengan mengajukan perubahan UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu ke DPR.
"Langkah ini harus diakui prosesnya mungkin lama. Cara cepatnya, KPU dapat memohon tafsir ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar pasal yang tidak membatasi dapat dimaknai membatasi," katanya.
Said juga mengatakan, KPU dapat meminta ke presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), jika menilai tak adanya batasan terhadap mantan narapidana korupsi berpengaruh besar bagi demokrasi ke depan.