Catatan Ketua MPR RI: Berproses Mewujudkan Kekebalan Komunitas
Oleh: Bambang SoesatyoKarena SARS-CoV-2 tetap mengintai, vaksinasi untuk mencapai kekebalan komunitas saja tidak cukup. Maka, setiap individu dituntut tetap menjalani kehidupan dengan disiplin yang ketat. Antara lain tetap menjalankan protokol kesehatan; mencuci tangan, memakai masker dan menghindari kerumunan.
Wujud kekebalan komunitas dari ancaman SARS-CoV-2 ditandai oleh tren penularan Covid-19 yang terus menurun secara konsisten hingga ke titik paling minimal, atau bahkan nol penularan.
Kekebalan komunitas hanya bisa terbentuk karena adanya kekebalan setiap individu yang sudah disuntik vaksin. Dari setiap individu itulah dituntut bertanggungjawab pada proses menuju kekebalan secara komunal.
Dalam membentuk kekebalan komunal di masa pandemi, tidak semua individu wajib mendapatkan vaksinasi. Yang dikecualikan adalah mereka yang memiliki masalah kesehatan atau sakit bawaan. Juga faktor usia.
Untuk menghindari ekses vaksinasi, tenaga kesehatan Indonesia patut belajar dari sebuah kasus di Norwegia. Tak kurang dari 23 Lansia di negara itu meninggal setelah disuntik vaksin corona racikan Pfizer/BioNTec. Padahal efikasi Pfizer 95 persen.
Kasus di Norwegia menjadi semacam konfirmasi bahwa efikasi sebuah vaksin bukan jaminan bagi keamanan individu. Ada faktor lain yang harus menjadi pertimbangan, dan karena itu tetap dibutuhkan kehati-hatian dalam pemberian vaksin.
Belum lama ini, sempat diviralkan bahwa tingkat efikasi vaksin yang digunakan di Indonesia diasumsikan tidak aman. Asumsi itu dimunculkan karena dilakukan perbandingan bahwa Pfizer saja berdampak buruk apalagi Sinovac yang dari aspek efikasi jauh lebih rendah, hanya 65,3 persen dalam uji klinis.
Tentu saja asumsi itu tidak dapat diterima begitu saja. Sebab, efektivitas vaksin akan diketahui setelah dilakukan pemantauan efek perlindungannya pada komunitas yang menerima vaksinasi dalam kurun waktu tertentu, dan juga bergantung pada kondisi kesehatan individu yang disuntik vaksin.