Catatan Ketua MPR RI: Urgensi PPHN versus Hoaks Amendemen
PPHN, mau tak mau, harus dipayungi oleh konstitusi agar presiden, gubernur, bupati hingga wali kota taat dan konsisten melaksanakan PPHN dan secara berkelanjutan terus merealisasikan program-program pembangunan yang cetak birunya sudah ditetapkan dalam PPHN.
Berpijak pada semangat seperti itulah dimunculkan inisiatif untuk melakukan amendemen terbatas terhadap UUD 1945.
Inisiatif ini tidak tiba-tiba, tetapi sudah mengemuka di ruang publik sejak direkomendasikan MPR RI periode 2009-2014 dan ditindaklanjuti MPR RI periode 2014-2019.
Ditetapkan terbatas karena amendemen hanya menargetkan adanya PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan, agar negara-bangsa ini tidak terus menerus berganti haluan manakala terjadi pergantian kepemimpinan dari tingkat pusat hingga daerah.
Namun, sangat memprihatinkan karena sebagian orang justru ‘memelintir dan menggoreng’ serta membenturkan urgensi PPHN itu dengan isu-isu yang berkaitan dengan politik praktis.
Baru-baru ini, ada publikasi atas hasil survei yang menyebutkan mayoritas responden menolak amendemen UUD 1945.
Hanya menanyakan setuju-tidak setuju jika UUD 1945 diamendemen, tetapi tidak mengedepankan tujuan dari amendemen UUD 1945.
Jika dimunculkan argumen bahwa amendemen bertujuan menghadirkan PPHN untuk menjaga konsistensi pembangunan dan mewujudkan pemerataan, hasilnya pasti beda.
Hasil survei lain bertajuk ‘Sikap Publik Nasional terhadap amendemen UUD 1945' yang juga dipublikasikan belum lama ini memberi gambaran bahwa mayoritas warga atau 82,1 persen responden menilai presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat karena presiden dipilih oleh rakyat.
Mayoritas warga dan elit kurang atau tidak setuju dengan pendapat yang mengusulkan pemilihan presiden dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Menggunakan bahasa gaul orang muda masa kini, survei ini layak disebut ‘nggak nyambung’ dengan wacana amendemen terbatas UUD 1945 yang berproses di MPR RI.
Sudah berulangkali MPR RI periode sekarang menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN.