Catatan Ketua MPR: Transisi Energi dan Memulihkan Keseimbangan Lingkungan Hidup
Oleh: Bambang SoesatyoDalam konteks seperti itu, peran dominan negara tak terhindarkan.
Sambil menunggu peta jalan atau proses menuju transisi ke energi bersih yang disusun pemerintah, semua komunitas – secara tidak langsung -- kini pun sedang didorong untuk peduli pada urgensi memulihkan keseimbangan lingkungan hidup di daerahnya masing-masing, baik daerah perkotaan maupun desa.
Patut diakui bersama, dan tak perlu diperdebatkan lagi, bahwa ketidakseimbangan lingkungan hidup sudah menghadirkan ekses atau dampak yang dirasakan sangat ekstrim.
Dalam pekan-pekan terakhir ini, rangkaian fakta tentang dampak ekstrem akibat ketidakseimbangan lingkungan hidup itu terlihat nyata di berbagai wilayah, baik kota maupun desa.
Musibah banjir terjadi di mana-mana. Dari kota Jakarta, Malang, Medan hingga beberapa kabupaten dan kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah maupun Kalimantan Barat tergenang akibat hujan deras.
Musibah yang sama terjadi juga pada sejumlah desa di Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Aceh Timur dan tiga desa di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Genangan air di Sintang, Kalimantan Barat, berlangsung selama empat pekan dengan tinggi air sekitar 100-300 centimeter.
Kota Batu di Malang, Jawa Timur, porak poranda akibat terjangan banjir Bandang.
Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), telah terjadi sedikitnya 2.203 bencana alam di dalam 10 bulan terakhir, terhitung sejak 1 Januari 2021 hingga 30 Oktober 2021.
Rinciannya, 891 musibah banjir, 587 musibah puting beliung dan 406 musibah tanah longsor.
Rangkaian musibah ini menyebabkan 6,63 juta orang menderita dan mengungsi, 13.031 orang luka-luka, 549 orang meninggal dunia dan 74 orang hilang. Tak kurang dari 134.587 rumah mengalami kerusakan.