Cegah Politik Dinasti, Prof Ikrar Ingatkan Presiden Jokowi Segera Sadar Diri
Saat itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menceritakan soal perubahan drastis lembaga pimpinan Anwar Usman tersebut dalam menangani permohonan yang diajukan Almas Tsaqibbirru.
Dalam perkara bernomor Nomor 90/PUU-XXI/2023, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) yang mengaku sebagai pengagum Gibran itu memohon kepada MK memutuskan warga negara yang belum berusia 40 tahun tetap bisa menjadi capres/cawapres asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Ternyata MK bergerak cekatan menangani permohonan Almas, bahkan mengabulkannya.
“Saldi Isra bahkan mengatakan mengapa harus terburu-buru memutuskan gugatan soal umur capres. Memang sudah sepenting itu?” ujar Ikrar.
Jika akhirnya Gibran menjadi cawapres, Ikrar menganggap hal itu akan membuat demokrasi di Indonesia mundur. Pengamat politik yang dikenal kritis itu juga membandingkan era Jokowi dengan Presiden Soeharto yang tidak pernah memaksakan anak-anaknya menjadi cawapres pada masa Orde Baru.
“Mbak Tutut (Siti Hardiyanti yang juga putri sulung Soeharto) hanya jadi menteri sosial. Kalau kita mundur lagi, kapan kita akan selesai bicara soal demokrasi?” imbuh Ikrar.
Selain itu, Ikrar juga mengkhawatirkan Pilpres 2024 tidak akan berjalan adil jika Gibran menjadi cawapres. Kekhawatiran itu didasari kenyataan bahwa Gibran menjadi kontestan pilpres saat ayahnya masih berkuasa.
“Jika Gibran maju, lapangan berkompetisi itu tidak setara,” kata Ikrar.