Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Cerita Dua Mantan Komandan Paspampres Kawal Presiden dan Wapres

Mega Senang Jajan Kuliner, Soeharto Penuh Ancaman

Minggu, 14 September 2014 – 18:37 WIB
Cerita Dua Mantan Komandan Paspampres Kawal Presiden dan Wapres - JPNN.COM
KEHORMATAN: Nono Sampono blusukan ke kampung-kampung saat kampanye pencalonan dirinya sebagai cawagub dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. (Ferry/IndoposJPNN)

Suami Norma Riana itu menuturkan, dirinya sangat beruntung pernah menduduki posisi sebagai komandan Paspampres. ’’Menjadi Paspampres itu sebuah kehormatan. Sebab, yang kami kawal pemimpin negara. Saya bisa lihat negara-negara lain juga saat presiden melakukan kunjungan kerja ke luar negeri,” urainya sembari tersenyum.

Tak jauh berbeda, Endriartono Sutarto juga punya pengalaman berharga saat menjadi komandan Paspampres di era Presiden Soeharto. Sebab, mantan panglima TNI tersebut menjadi Danpaspampres ketika Soeharto digulingkan oleh gerakan reformasi pada periode 1997–1998. Situasi politik dan keamanan tanah air sedang genting-gentingnya. Soeharto yang sudah menjabat 32 tahun menjadi target utama pelengseran sebagai presiden.

’’Setiap hari demo massa mendekat ke Cendana. Ibaratnya, kami ingin memicingkan mata sebentar saja tidak bisa. Sebab, tingkat ancaman terhadap presiden sudah sangat tinggi,’’ papar Tono –sapaan peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat itu– saat ditemui di kantornya, Bank Pundi, pekan lalu.

Mantan kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut mengisahkan, dirinya mendampingi Presiden Soeharto saat detik-detik mundurnya presiden kedua RI tersebut. Saat itu, 15 Mei 1998, Soeharto baru saja mengakhiri lawatan dari luar negeri untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15 di Kairo, Mesir. Dia mempercepat kepulangannya ke tanah air setelah mendengar situasi keamanan di tanah air yang terus memanas.

’’Presiden Soeharto akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia lebih cepat dari jadwal,” kenangnya.

Semula Tono dan pasukannya berencana mendarat di Denpasar, Bali, bukan di Jakarta seperti diagendakan. Alasannya, keamanan Soeharto terancam karena kondisi di ibu kota semakin genting. Namun, yang bersangkutan menolak.

’’Beliau mengatakan, ’Apa pun yang terjadi di Jakarta, saya harus mendarat di sana dan jangan dialihkan ke mana pun.’ Akhirnya pendaratan tetap dilakukan di Jakarta, di Bandara Halim Perdanakusuma,” paparnya.

Begitu tiba di Jakarta, Soeharto langsung menuju kediamannya di Cendana. Saat itulah pengawalan yang dilakukan Tono dan pasukannya betul-betul ekstra. Tono harus memperhitungkan dengan cermat segala sesuatunya, termasuk rencana evakuasi darurat.

Sejak terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan (dapil) Maluku, aktivitas Nono Sampono semakin padat. Bertemu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close