China Jadi Penengah Saudi & Iran, Amerika Makin Lemah di Timur Tengah
Persaingan mereka lebih merupakan pertarungan ideologis antara Syiah dan Sunni yang tak pernah padam sejak berabad-abad silam.
Itu semua tercermin dalam konflik-konflik sektarian di Lebanon dan banyak tempat lainnya, termasuk Pakistan. Terlebih di Suriah, Irak dan Yaman yang berbatasan langsung dengan Saudi. Irak juga berbatasan langsung dengan Iran.
Di Lebanon, Iran menyokong gerakan Hizbullah yang Syiah, sedangkan Saudi menjadi promotor faksi Sunni dalam peta politik Lebanon yang memang amat beragam.
Di Suriah, Iran menjadi pendukung setia Bashar al Assad yang Syiah Alawiyah, sementara Saudi menyokong oposisi Sunni, hingga meletuskan perang saudara yang sampai kini belum tuntas. Perang saudara ini juga melibatkan faksi, termasuk Kurdi dan kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS).
Di Yaman, Saudi berusaha memulihkan pemerintahan Sunni yang terdesak oleh oposisi Syiah, Houthi, yang didukung Iran.
Dalam empat medan ini, Saudi bukan menjadi pihak pemenang. Assad tak kunjung bisa ditumbangkan, Houthi makin berjaya di Yaman, faksi-faksi Sunni Lebanon tak pernah bisa lebih kuat ketimbang Hizbullah, dan Irak sudah bukan lagi diperintah minoritas Sunni sejak diktator Saddam Huseein digulingkan pasukan multinasional pimpinan Amerika Serikat.
Hubungan kedua negara selalu naik turun, bahkan pada 2016 Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran setelah demonstran Iran menduduki misi diplomatik Saudi di Teheran akibat eksekusi hukuman mati ulama Syiah terkenal di Saudi, Nimr al-Nimr.
Saudi agaknya menjadi pihak yang berusaha tak lagi terlalu ideologistis, apalagi belakangan ini Saudi cenderung berorientasi ke dalam negeri yang membuatnya tak mau lagi memproyeksikan kekuatannya di luar negeri secara berlebihan, kecuali ada insentif ekonomi yang jelas.