China Jadi Penengah Saudi & Iran, Amerika Makin Lemah di Timur Tengah
Ada kesadaran luas di Saudi bahwa konflik-konflik eksternal hanya menyedot energi Saudi tanpa mendapatkan apa-apa. Khusus dalam konflik di Yaman, Saudi merasa berjuang sendirian menghadapi Iran.
Di samping itu, Saudi mendapati kenyataan bahwa semua negara, termasuk Amerika Serikat, kini lebih mementingkan kepentingan politik dalam negerinya. Kecenderungan ini dibuka terang-terang oleh Donald Trump sewaktu memimpin AS.
Tak berlebihan jika langkah Saudi dalam menormalisasi hubungan dengan Iran adalah bagian dari orientasi politik yang juga mementingkan dahulu kepentingan nasionalnya atau “Saudi First.”
Saudi mungkin tak peduli orang mengatakan normalisasi hubungan dengan Iran sebagai bentuk kekalahan politik mereka dari Iran.
Saudi, tepatnya Pangeran Muhammad bin Salman, mungkin berpikir, jika tak ada insentif dari setiap ekspedisi politik Saudi di luar negeri, maka buat apa melanjutkan kebijakan yang malah mengancam eksistensi mereka.
Namun, belum tentu juga Iran bertepuk dada telah menjadi kekuatan regional tak tertandingi, sehingga bebas dalam bermanuver di Timur Tengah atau bahkan dunia Islam.
Ketiadaan lawan yang sepadan malah bisa membuat Iran menekan petualangan politiknya di luar negeri yang memang mahal, sehingga melalaikan kondisi domestiknya, apalagi jika masyarakat kawasan sudah tak melihat perlunya mengeraskan pertarungan ideologis, khususnya antara Syiah dan Sunni. (dil/jpnn)