China Jadi Penengah Saudi & Iran, Amerika Makin Lemah di Timur Tengah
jpnn.com - Normalisasi hubungan Arab Saudi-Iran menohok kekuatan-kekuatan besar yang selama ini menjadi pemain utama di Timur Tengah, khususnya Amerika Serikat dan Israel, terlebih kesepakatan itu dicapai di China yang justru sedang berseteru dengan Amerika Serikat di hampir semua medan politik global.
Ini “kudeta diplomatik” China terhadap Amerika Serikat dan Barat yang memandang kawasan ini sebagai pelataran politiknya.
Iran dan Saudi memilih China bukan saja dianggap netral, tetapi juga hubungan ekonomi kedua negara dengan China yang kian rapat.
Memilih Beijing juga melukiskan adanya pergeseran orientasi hubungan luar negeri Iran dan Saudi yang lebih “menengok ke timur”, ke Asia, khususnya China, yang menjadi pasar ekonomi terbesar di dunia.
Dalam konteks misalnya, di mata Saudi, China memiliki kemampuan yang tak bisa dimiliki Amerika Serikat, yakni membeli minyak mentah Saudi 2 juta barel per hari yang tak bisa dilakukan AS.
Yang paling menarik dari perkembangan ini adalah keinginan Riyadh dan Teheran dalam menormalisasi hubungan setelah berseteru keras dalam banyak hal.
Sejak revolusi Islam Iran pada 1979, hubungan kedua negara terus bergolak, kendati ada masa-masa singkat mereka membangun hubungan yang lebih konstruktif.
Di samping Mesir, Israel dan Turki, kedua negara berlomba menjadi pemimpin Timur Tengah. Bersama Turki, kedua negara bersaing menjadi pemimpin dunia Islam.