Clinton Masih Unggul Dalam Poling Pilpres Paling Gaduh
Minggu, 23 Oktober 2016 – 05:14 WIB
Sikap Trump itu membuat Clinton dan para petinggi Demokrat angkat bicara. Bahkan, Presiden Barack Obama juga menyebut Trump berbahaya. "Kami tahu perbedaan antara kepemimpinan dan kediktatoran. Transisi (pemerintahan, Red) yang lancar dan damai adalah salah satu faktor yang justru bisa membuat kita terpecah belah," kata Clinton di hadapan masa Demokrat di Kota Cleveland, Negara Bagian Ohio.
Namun, kubu Trump memilih mengabaikan kritik tersebut. "Delapan belas hari (lagi, Red). Anda akan mengingat hari itu sebagai yang jauh lebih penting daripada (pencoblosan, Red) sebelumnya. Suara Anda juga jauh lebih berharga dari yang sudah Anda berikan (kepada capres-capres, Red) sebelumnya," papar Trump Jumat lalu. Dia juga mengaku rela melakukan apa saja serta mengerahkan segala yang dipunya untuk memenangi pilpres. "Menang, kalah, atau seri, saya akan bangga terhadap diri saya sendiri," katanya. Pernyataan tersebut seakan menampik persepsi masyarakat tentang keengganannya menerima hasil pilpres. Dalam debat terakhir, secara implisit dia mengatakan tidak akan menerima hasil pilpres jika kalah. "Saya akan mengatakannya nanti, saat hari H," kilahnya ketika ditanya host debat Chris Wallace tentang kesiapannya menerima hasil pilpres.
Sejumlah pengamat memang menyebut pilpres 2016 sebagai yang paling gaduh sepanjang sejarah. Terutama karena kedua capres saling serang di ranah pribadi. Apalagi, tiga debat yang berlangsung pada 26 September, 9 Oktober, dan 19 Oktober selalu diwarnai dengan aksi saling serobot. Sedikitnya ada dua skandal yang menjadi konsumsi publik pada masa pilpres kali ini. Yakni, skandal pelecehan seksual Trump dan e-mail Clinton. (AFP/Reuters/BBC/CNN/hep/c11/any/JPNN/pda)