Dakwaan e-KTP Ibarat Senapan Mesin, Awas Salah Bidik
"Bahkan sebuah peristiwa digambarkan di dalam dakwaan, seolah-olah saksi yang sudah meninggal dunia itu masih hidup dan ikut membagi-bagi uang," katanya.
Secara fakta memang terbukti bahwa penyelesaian proyek e-KTP melenceng jauh dari target waktu. Bahkan tidak ada yang tahu kapan proyek ini akan rampung. Artinya, jelas bahwa ada masalah besar dalam proyek ini. Karena itu, langkah KPK membawa kasus ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta sudah tepat. "Hanya saja jangan salah bidik," tegas politikus Partai Golkar itu.
Wajar jika sejumlah orang yang disebutkan dalam dakwaan itu tidak bisa menerima begitu saja dan langsung membuat bantahan. Masuk akal karena mereka merasa sebagai korban pembunuhan karakter. Oleh mereka, dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor itu dimaknai sebagai tuduhan. Secara personal masing-masing sudah merasa dilukai dakwaan yang sudah menyebar luas ke publik saat persidangan itu.
Mereka sadar bahwa bertitiktolak dari publikasi dakwaan itu, publik akan mencibir dan menuduh sebagai orang-orang yang ikut menikmati dana hasil korupsi proyek e-KTP. "Begitulah risikonya ketika sebuah nama dikaitkan pada sebuah kasus korupsi," katanya.
Tentu saja KPK juga sudah menyimak bantahan dari sejumlah orang itu. Sudah barang tentu bantahan sejumlah orang itu harus direspons KPK melalui proses pembuktian. (boy/jpnn)