Dampak Jejaring Sosial, Kekerasan Seksual Anak Meningkat
jpnn.com - SURABAYA - Pergaulan anak muda di Surabaya semakin memprihatinkan. Saat ini banyak remaja di bawah umur yang menjadi korban pencabulan. Bahkan, ada yang berani berhubungan badan dengan pacarnya.
Tindakan itu setidaknya tercermin dari angka kasus kekerasan seksual di Kota Pahlawan yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Angka kenaikannya terbilang tinggi. Berdasar data unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, pada 2012 di meja mereka ''hanya'' ada 70 kasus. Namun, jumlah itu meningkat menjadi 76 kasus pada tahun berikutnya.
Tahun ini angkanya meroket. Hingga September, polisi sudah mencatat 99 kasus. Jumlah itu bukan tidak mungkin terus bertambah. Sebab, masih tersisa tiga bulan pada 2014. Juga, setiap bulan minimal ada lima laporan yang masuk ke polisi tahun ini. Laporan terbanyak terjadi pada Februari dan Juni.
Pada Februari, tercatat ada 22 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Pada Juni ada 24 kasus. ''Terus terang, kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak tahun ini sangat memprihatinkan. Sebab, angkanya sangat tinggi,'' kata Kasubbaghumas Polrestabes Surabaya Kompol Suparti.
Dari hasil pemeriksaan dan analisis polisi, salah satu pemicunya adalah media sosial. Pelaku dan korban kerap berkenalan melalui jejaring sosial. Dari situ, mereka lalu bertemu di dunia nyata dan berlanjut ke hubungan intim.
Sebelum bertemu, mereka, terutama para lelaki, kerap mengumbar bujuk rayu sehingga korbannya cinta mati dan mau saja diajak berhubungan intim. Misalnya, kasus yang baru saja diungkap unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya. Saat itu polisi menangkap Ahmad Wahyu Vicky yang dua kali mencabuli pacarnya, Ningsih (bukan nama sebenarnya), 15.
Wahyu dan Ningsih merupakan sejoli yang baru empat bulan berkenalan melalui Facebook. ''Jejaring sosial memang bermanfaat. Tetapi, kalau tidak dipergunakan dengan baik, bisa mendatangkan masalah. Menggunakannya harus bijak. Di sisi lain, para orang tua juga harus menyediakan waktu untuk mengontrol aktivitas anak-anaknya di jejaring sosial,'' ujar Suparti.
Karena itu, orang tua diharapkan bisa mengakses jejaring sosial. Bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi mengontrol anak-anak mereka. Dengan begitu, para orang tua bisa mengetahui aktivitas anak-anaknya dan bisa mengarahkan sekaligus menyarankan jika ada hal-hal yang keliru.
Para orang tua juga diharapkan tidak terlalu keras dalam menjaga anaknya. Sebab, sikap keras sangat mungkin memunculkan pemberontakan dengan cara yang salah. ''Tetapi, orang tua juga tidak boleh terlalu lembek. Yang jelas, kita harus pandai-pandai mendampingi anak-anak. Selalu kontrol pergaulannya. Lebih-lebih pergaulan di dunia maya,'' jelas Suparti. (fim/ib/mas)