Datangi Istana, KontraS Protes Pemberian Jenderal Kehormatan kepada Prabowo
Sesuai juga dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, dalam Pasal 2 huruf h, menyebutkan bahwa: “Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan berdasarkan asas keterbukaan”; yang berarti pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan dapat dikontrol secara bebas oleh masyarakat luas.
Selain jaminan hukum mengenai keterbukaan informasi publik, pemberian kenaikan pangkat kepada Prabowo Subianto ini patut untuk dipertanyakan sebab dia bukan lagi merupakan seorang perwira TNI aktif.
Hal ini dibuktikan oleh Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP yang menyatakan Prabowo Subianto bersalah dan terbukti melakukan beberapa kesalahan.
“Termasuk telah melakukan tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain dan penculikan sehingga dia dijatuhkan hukuman administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan,” kata Andi.
Dia menganggap pemberian kenaikan pangkat tersebut juga makin mempertebal dinding impunitas yang dirawat oleh pemerintah.
Alih-alih dijatuhkan hukuman pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran berat HAM, para terduga pelaku dibiarkan melenggang bebas di luar jeruji besi serta diberikan keistimewaan dan penghargaan dalam sistem pemerintahan di negara ini.
Lebih lanjut, permohonan informasi ini diajukan sebagai akses mendasar masyarakat sipil terhadap hak atas informasi sejalan dengan pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”. (mcr4/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: