Derita Keluarga Para Korban Diksar Mapala UII
Lebih lanjut Raihan mengungkapkan, keadaan fisik adiknya kala itu sangat lemah. Abyan bahkan tidak bisa berjalan karena luka di tubuhnya.
”Waktu itu saya gendong karena tidak kuat berjalan. Jadi bertanya, kegiatan yang dilakukan selama menjalani diksar mapala itu apa saja. Kalau diagnosa awal bronkitis, jempol kaki harus operasi, dan ginjal infeksi,” ujarnya.
Padahal Abyan tidak memiliki sejarah penyakit tersebut. Hanya, kata Rayhan, adiknya memang kurang mengonsumsi air mineral. Penyakit-penyakit itu baru muncul setelah mengikuti diksar Mapala UII di Gunung Lawu.
”Saat ini Abyan sedang puasa untuk menjalani operasi di kedua jempol kakinya. Kondisi jempol lecet dan mengeluarkan nanah,” jelasnya.
Anehnya, Abyan pulang tidak diantar oleh anggota Mapala UII. Abyan justru diantar oleh teman-teman jurusan teknik kimia yang tidak terlibat kegiatan Mapala UII. Tepatnya dari posko Mapala UII di Jalan Cik Di Tiro, setiba dari Gunung Lawu pukul 04.30.
Raihan mengungkapkan, adiknya bersahabat dengan almarhum Syaits Asyam. Sang adik juga sempat melihat bagaimana perlakukan yang diterima Asyam. Kala itu Asyam memang sudah menyerah tapi tetap dipaksa untuk tetap ikut kegiatan.
”Awalnya adik saya juga ingin mengundurkan diri, tapi melihat perlakukan hukuman yang diterima Asyam, Abyan urung. Dia tetap melanjutkan kegiatan meski fisiknya sudah tidak kuat,” jelasnya.
Abyan juga sedih mengetahui Asyam meninggal. Raihan sempat mengantarkan adiknya untuk melayat ke rumah duka di Jetis, Caturharjo, Sleman. Padahal waktu itu, dokter sudah memaksa Abyan untuk istirahat total.