Desak Pemerintah dan Kejagung Kejar Aset Tersembunyi Koruptor BLBI
jpnn.com - JAKARTA - Pegiat antikorupsi, Uchok Sky Khadafi menagih komitmen pemerintah dalam mengejar aset para obligor pengempalng Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurutnya, dana BLBI yang bersumber dari negara, wajib dikembalikan lagi ke negara.
Salah satu yang menjadi sorotan Uchok adalah aset mendiang Hendra Rahardja dan bank miliknya, BHS Bank. Kakak Eddy Tansil itu merupakan penerima BLBI sebesar Rp 2,6 triliun. Hendra divonis bersalah dalam kasus itu. Namun, ia terlajur kabur hingga akhirnya meninggal di Australia pada 2003.
Karenanya Uchok pun meminta Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung terus mengejar aset peninggalan Hendra. "Kemenkeu bersama Kejaksaan Agung harus bekerja sama memburu harta para pengempalng BLBI. Termasuk aset-aset Hendra Rahardja dan kroninya di BHS Grup," tegas Uchok di Jakarta, Senin (22/6).
Direktur di Center for Budget Analycis itu menegaskan, tidak tertutup kemungkinan obligor pengempalng BLBI justru menyembunyikan aset mereka di dalam negeri. Salah satunya adalah dugaan adanya saham BHS Group di Pusat Grosir Cililitan (PGC) dan Mall Tebet Green.
Uchok lantas mengingatkan keberadaan surat perintah penyidikan dari Kejagung perihal pengusutan terhadap perusahaan yang terafiliasi dengan BHS. Menurutnya, hal itu bisa menjadi pintu masuk untuk terus memburu aset-aset peninggalan Hendra yang disembunyikan di dalam negeri.
"Usut PGC dan Mall Tebet Green kalau perlu. Kasus pidana BLBI kan belum kedaluarsa, jika benar perusahaan itu penikmat duit BLBI lewat BHS, maka negara berhak menyitanya," tuturnya.
Untuk diketahui, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 7 Agustus 2006 pernah menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor Print 41/F.2/Fd.1/08 terkait kasus yang berhubungan dengan BHS Bank. Termasuk dugaan penyimpanan aset senilai Rp 848 miliar oleh PT Wahyu Permata Jaya (PT WPJ) di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
BHS Group melalui PT WPJ (Wahyu Permata Jaya) disebut-sebut memiliki saham terbesar di PGC, yakni 800 lembar saham. Selanjutnya, PT WPJ berubah menjadi PT WCS (Wahana Cipta Sejahtera) yang kemudian menjadi developer sekaligus pengelola PGC.