Dewan Pakar Nasdem Rampungkan 6 Sesi Diskusi Tentang UU Cipta Kerja
FGD yang dipimpin Sekretaris Dewan Pakar Hayono Isman ini makin menarik karena penanggap yang menguasai soal energi nuklir yakni Dr. Kurtubhi, dan Dubes RI untuk Tanzania, Prof Ratlan Pardede yang pernah bekerja 20 tahun di lembaga bidang energi nuklir.
Connie Rakahundini Bakrie yang selama ini dikenal sebagai pengamat militer dan pertahanan berbicara lantang tentang perlunya dukungan riset dan inovasi di bidang usaha, sebagaimana filosofi utama pembuatan UU CK ini.
Disebutkan, Pasal 120 UU CK ini mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam UU NO 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
“Dalam Pasal 66 UU CK ini, Pemerintah Pusat dapat melakukan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatn serta menghilirisasi riset dan inovasi nasional. Tentunya ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan BUMN,” katanya.
Hal ini lanjut Connie, menegaskan kembali bahwa UU Cipta Kerja akan memperkuat, mempercepat, dan mempermudah hilirisasi riset untuk menjadi inovasi. Karena pemerintah bisa menugaskan BUMN untuk melakukan hilirisasi tersebut.
Diingatkan Connie, dalam menyusun RPP klaster Riset dan Inovasi UU CK ini yakni penelitian dan pengembangan harus secara jelas dan tegas menyebutkan prioritas riset dan inovasi agak lebih efektif dan bermanfaat.
Peter F Gontha mengungkapkan bangsa Indonesia yang saat ini berpenduduk 260 juta dalam waktu beberapa dekade penduduknya akan mencapai 300 juta. Besarnya jumlah penduduk dan beragam problem yang dihadapi, bisa dislesaikan jika kita melakukan riset dan novasi berbagai produk, termasuk produk pangan dan pertanian.
Menurut Peter Gontha, UU CK ini bukan hanyakemudahan berusaha dan investasi saja, dan juga bukan hanya untuk penyederhanakan birokrasi dan perizinan melainkan melalui UU CK ini bangsa Indonesia menegaskan keinginan kuta untuk menjadi bangsa yang maju dan besar di masa depan.