Dewan Pers Segera Telaah Laporan Demokrat soal Asia Sentinel
jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat (PD) Hinca Panjaitan menilai pemberitaan Asia Sentinel bertitel Indonesia’s SBY Government: ‘Vast Criminal Conspiracy' cuma opini penulisnya. Dalam pandangan Hinca yang juga praktisi hukum, data yang dijadikan sumber tulisan John Berthelsen itu merupakan gugatan perdata Weston Capital International di Mahkamah Agung Mauritius.
"Ini kan sidang perdata antara J Trust dengan Weston dengan Capital International. Di laporan itu juga tidak jelas, apakah sidang itu sedang berjalan, belum, atau sudah putusan," kata Hinca saat mengadukan pemberitaan Asia Sentinel di Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (17/9).
Hinca lantas menyoroti laman berita JPNN sebagai portal berita pertama di Indonesia yang mengunggah berita saduran dari artikel Asia Sentinel. Politikus asal Sumatera Utara itu meminta Dewan Pers memanggil JPNN untuk meminta penjelasan mulai awal mengetahui berita di Asia Sentinel, proses konfirmasi, hingga akhirnya mengunggahnya.
"Kalau dia (JPNN, red) berafiliasi politik, maka UU Pers tidak akan melindunginya. Kami merencanakan gugatan kami kepada Asia Sentinel, tetapi tunggu selesai ranah jurnalistiknya. Kami tidak mau kerja-kerja oknum jurnalistik yang kotor merusak independensi pers. Tidak boleh ada yang kotor-kotor begini," kata dia.
Sementara Wakil Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Hendry Ch Bangun menyatakan, pihaknya akan menelaah isi aduan PD. Hendry menyebut laporan itu merupakan kasus baru bagi Dewan Pers.
Selain itu, katanya, Asia Sentinel juga berada di luar yurisdiksi Dewan Pers Indonesia. "Tetapi memang terhadap media di Indonesia akan kami cek. Sebenarnya kan ada pedoman konfirmasi, pernyataan dikutip itu tetap dikonfirmasi," kata Hendry.
Hendry menyadari, dinamika pers saat ini menginginkan berita yang cepat dan bagus. Namun, kata Hendry, media di Indonesia juga perlu menanyakan kredibilitas portal asing karena banyak juga situs berita luar negeri yang abal-abal.
"Mengenai media dalam negeri, mungkin ini perlu ada pembelajaran supaya tidak mudah terulang kembali. Kalau di media online, pengutipnya yang salah, bukan sumbernya. Kalau dia menyiarkan, dia yang kena. Mungkin ini yang harus diketahui semua orang," kata dia.