Dimas Kanjeng dan Logika Ekonomi
Oleh: Zakki Amalijpnn.com - Kasus pembunuhan berantai yang diduga diotaki Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jawa Timur, bagai sebuah pintu menguak dugaan praktik penggandaan uang (Jawa Pos, 27/9).
Diduga, korban dibunuh untuk menutupi kedok penipuan di balik jasa penggandaan uang.
Lebih jauh, fenomena penggandaan uang menunjukkan eksistensi dukun pada era modern. Dukun itu bisa saja disebut kiai, ustad, atau syekh dengan gelar haji yang melekat pada nama.
Penggunaan label agamais memiliki dampak terhadap citra dukun.
Martin van Bruinessen (2013: 63–69) mengaitkan kemunculan dukun di perkotaan dengan motif ekonomi. Layanan dukun mendatangkan benefit bagi dukun dan pelanggan.
Dalam penelitiannya pada 1980-an di kampung miskin Sukapakir, Kota Bandung, ditemukan empat di antara tujuh dukun baru menjadi dukun setelah pindah ke Bandung. Logika ekonomi beroperasi di balik praktik perdukunan.
Perannya di kota bukan merupakan kelanjutan dari tradisi pedesaan, melainkan adaptasi dari kondisi kehidupan di lingkungan miskin perkotaan. Fungsi dukun bertransformasi.
Dari sekadar rujukan bagi orang sakit di desa bergeser ke penyembuh ”penyakit” khas perkotaan, yakni penyakit kesulitan ekonomi, karir, dan problem jodoh.