Dimas Kanjeng dan Logika Ekonomi
Oleh: Zakki AmaliMentalitas kemiskinan dalam masyarakat kita menjadi penopang keberadaan Dimas Kanjeng. Kemiskinan yang mendorong orang datang ke Dimas Kanjeng bukanlah dalam bentuk absolut dan struktural, melainkan kultural.
Orang tidak benar-benar miskin untuk menggandakan uang. Orang itu telah memiliki uang dan menginginkan lebih banyak dengan cepat dan tanpa risiko. Mereka bukan miskin karena tidak memiliki uang, tetapi miskin terhadap rasa syukur.
Bisa jadi memang ada orang benar-benar miskin yang datang ke Dimas Kanjeng. Hal tersebut mungkin terjadi karena ketidakberdayaan menangani tekanan-tekanan batin dalam kemiskinan. Orang lalu datang ke dukun untuk mencari ketenangan semu.
Sebuah Karomah?
Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Marwah Daud Ibrahim dalam pemberitaan di Jawa Pos membantah tuduhan penggandaan uang. Dia lalu menyebut adanya kekuatan gaib (karomah) yang beroperasi dalam diri Dimas Kanjeng guna menghasilkan uang. Bimsalabim, uang itu muncul dari balik punggung Dimas Kanjeng.
Dalam diskursus keislaman, karomah memiliki dimensi transenden yang bertalian dengan derajat hamba di mata Allah. Orang-orang dengan karomah (keajaiban) dalam tradisi Islam di Jawa dicitrakan sebagai seorang wali (orang terkasih Allah).
Dimas Kanjeng bukan dalam kerangka sebagai wali. Dalam Alquran QS Yunus 62–63, wali didefenisikan sebagai orang yang tidak memiliki rasa takut selain kepada Allah dan memiliki keimanan dan ketaatan penuh.
Setidaknya status hukum yang disandang Dimas Kanjeng sebagai tersangka pembunuhan telah menggugurkan seluruh status agama yang diembannya. Riwayatnya sebagai juru bicara agama telah tamat. Satu-satunya yang tersisa hanya citranya sebagai dukun.