Ditahan di Rutan KPK, Andi Irfan Merasa Didiskriminasi
jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa pemufakatan jahat pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya merasa tertekan ditahan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eks politikus NasDem itu menilai kebijakan Kejaksaan Agung itu menahannya di KPK sevagai bentuk ketidakadilan.
"Sejak ditetapkan sebagai tersangka, kami ditahan di Rutan KPK. Prasangka baik coba kami tegakkan, tapi hati kecil ini terus meronta. Mengapa hanya kami yang ditahan di KPK, mengapa tersangka lain ditahan di tempat berbeda," ujar tim penasihat hukum Andi Irfan Jaya, Andi Syafrani saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11).
Penahanan di KPK, lanjut penasihat hukum, membuat kliennya sulit bertemu dengan keluarga atau kerabat. Sebab, penerapan protokol Covid-19 di Rutan KPK sangatlah ketat.
"Tersirat, ada nuansa ketidakadilan menggurat di sini. Begitu yang terdakwa rasakan. Sejak 3 bulan lalu, tak sekalipun terdakwa bertemu fisik dengan orang-orang terdekat walau sekadar melihat selintas wajah mereka. Namun samar-samar terdakwa mendengar di tempat lain, keluarga boleh menemui tahanan," kata dia.
Selain soal penahanan, tim penasihat hukum juga menyebut Andi Irfan Jaya merasa tertekan dengan pemberitaan soal penanganan perkara atas kliennya akan dilimpahkan ke KPK. Andi Irfan mendengar adanya penggiringan opini agar KPK mengambil alih kasusnya dari Kejaksaan Agung.
Tim penasihat hukum berpandangan, perlakukan tak adil terhadap kliennya lantaran kliennya bukan seorang penegak hukum seperti terdakwa lainnya dalam kasus ini.
"Terdakwa menyadari sepenuhnya bahwa kami bukanlah siapa-siapa, bukan penegak hukum, juga bukan orang yang punya status kelas ekonomi tinggi. Di antara semua pihak yang dianggap terlibat maupun jadi tersangka dalam perkara ini, terdakwalah yang memiliki ketimpangan relasi ke kelompok elite kekuasaan dan ekonomi," kata dia. (tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: