DKPP Pecat 84 Penyelenggara Pemilu
Setahun Sidangkan 113 Perkara Pilkadajpnn.com - JAKARTA - Konflik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) cenderung meningkat. Dalam setahun terakhir, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyidangkan 113 perkara. Di antara jumlah tersebut, sebanyak 97 perkara telah diputus dengan bermacam konsekuensi hukum, termasuk pemberhentian penyelenggara pemilu karena pelanggaran kode etik.
"Dari 97 perkara yang diputus, sebanyak 84 komisioner KPU diberhentikan," ujar Nur Hidayat Sardini, komisioner DKPP, di Jakarta, Sabtu (3/8).
Sebagian besar keputusan memberhentikan itu dilakukan untuk penonaktifan permanen. Ada juga pemberhentian sementara seperti yang menimpa tiga komisioner KPU Jawa Timur. Yakni, Nadjib Hamid, Agus Machfud Fauzi, dan Agung Nugroho. Jumlah itu belum termasuk putusan terakhir DKPP yang memberhentikan delapan komisioner di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. Mereka terdiri atas lima komisioner KPU dan tiga pengawas pemilu kabupaten.
Hidayat menambahkan, total perkara yang sudah disidangkan DKPP per 1 Agustus lalu adalah 113 kasus. Selain vonis pemberhentian, DKPP memberikan vonis lebih ringan berupa peringatan. Ada pula 75 penyelenggara pemilu dari berbagai daerah yang mendapatkan peringatan tertulis.
"Ada juga penyelenggara pemilu yang direhabilitasi kembali namanya," ujarnya. Jumlah penyelenggara pemilu yang direhabilitasi mencapai 264 komisioner.
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menyatakan, DKPP merupakan lembaga baru yang berfungsi dalam menjaga kehormatan institusi penyelenggara pemilu. "Pemberhentian ini adalah upaya untuk menyelematkan citra, bukan untuk menghukum," ungkap Jimly.
Menurut Jimly, peradilan etik memiliki fungsi yang berbeda bila dibandingkan dengan hukum. Peradilan etik memiliki fungsi menjaga kepercayaan masyarakat. Dalam hal ini, kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu tetap terjaga dengan tetap memunculkan evaluasi melalui peradilan etik.
"Inilah beda peradilan etik dengan hukum, kalau hukum itu sifatnya menghukum dan memenjarakan. Kalau kita memberikan pembinaan guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penyelenggara pemilu," ujarnya. Jimly mendorong adanya peradilan etik tidak hanya di penyelenggara pemilu, tapi juga di institusi negara lainnya. (bay/c10/ca)