Dokter Putri Jahit Dahi Bocah di Saat Gelap, Mengharukan
Bencana itu memang datang tak terduga. Justru saat kebanyakan tim medis RSUD diperbantukan ke KLU, Lombok Timur, dan Lombok Barat. “Saya melihat bapak itu ingin pergi. Mau cari Rumah Sakit lain agar anaknya bisa segera tertangani dengan baik, tapi saya langsung menahannya. Saya bilang saya akan menangani anaknya,” kisahnya.
Putri bisa memahami keresahan ayah itu. Dahi anaknya terus mengeluarkan darah segar dan harus segera dihentikan. Sementara situasi yang masih gelap membuat dokter tak bisa bekerja cepat dan maksimal. Apalagi saat itu pasien terus berdatangan dibawa ambulans yang meraung-raung.
“Dengan penerangan seadannya dari lampu senter di kepala, saya jahit luka dahi anak itu,” ujarnya.
Beruntunya anak itu tidak rewel. Bocah 8 tahun itu cukup tegar saat menjalani proses jahit di dahinya. Tanpa sadar Dokter Putri mengaku menitikan air mata. Tidak ada yang sadar. Matanya berderai di belakang sinar senter kepala.
“Jujur saja saya belum bisa tenang. Telepon berulang kali ke keluarga kenapa tidak ada yang mengangkat,” ujarnya.
Ia sudah berusaha menenangkan diri. Dokter Putri memang masih single. Namun ada keselamatan Ibu dan Ayahnya yang membuat ia dibekap cemas tak berujung. Sementara kondisinya sendiri sudah ia tak ingat lagi. Seharian melaksanakan misi kemanusiaan di KLU mendera tubuhnya dengan lelah teramat sangat.
Ia hanya sempat membasuh wajahnya untuk sedikit menyegarkan tubuh. Perutnya pun hanya sempat terisi beberapa sendok nasi saja, sampai gempa melarang ia meneruskan santap malamnya.
“Saya beberapa kali menghadapi situasi berat. Tapi baru kali ini yang paling berat. Saat banjir di Bima beberapa waktu lalu kami masih bisa bekerja di dalam ruangan. Tapi kali ini kami harus bekerja di luar ruangan dengan kepanikan luar biasa,” urainya panjang lebar.