Dokter Sumpah
Oleh: Dahlan IskanDi IDI, keharusan rekomendasi itu, saya kira, untuk ”menjamin” dokter tersebut memenuhi kualifikasi sebagai dokter. Namun, terutama, agar dokter mau mengikatkan diri pada kode etik. Lalu, mau untuk diawasi.
Kode etik –sesuai dengan namanya– bukanlah UU, peraturan, atau pasal-pasal dalam hukum. Kode etik adalah etika, sopan santun.
Orang di luar IDI –atau di luar anggota organisasi profesi apa pun– tidak boleh mengenakan ukuran sopan santun kepada mereka. Sopan menurut A belum tentu santun untuk B.
Karena itu, kode etik harus lahir dari kesadaran orang yang berprofesi. Lalu, merumuskan kesadaran tersebut secara tertulis: menjadi kode etik. Untuk ditaati semua anggotanya.
Kenapa seseorang yang berprofesi perlu punya kesadaran beretika? Kenapa tidak cukup hanya taat pada hukum dan peraturan?
Karena ini: seseorang yang berprofesi adalah orang yang punya otonomi pribadi untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan.
Ia harus melakukannya biarpun dilarang oleh siapa pun –termasuk atasan. Sebaliknya, ia tidak mau melakukan tindakan itu biarpun diperintah atau dipaksa.
Orang yang mempunyai otonomi seperti itu cenderung ”maunya sendiri” –dan itu terbentuk dalam jiwa dan bawah sadar mereka. Kode etik adalah ”pagar diri”. Orang yang mengutamakan profesi akan menempatkan kode etik di atas UU dan peraturan.