Dorong Reformasi Hukum, Hardjuno Wacanakan Perampasan Aset Koruptor Tanpa Melalui Tuntutan Pidana
jpnn.com, JAKARTA - Penegakan hukum terhadap kejahatan yang merugikan keuangan negara di Indonesia terus menghadapi tantangan yang signifikan.
Salah satu hambatan utamanya adalah kesulitan aparat penegak hukum mengidentifikasi jejak dan asal-usul hasil kejahatan, khususnya terkait aset.
Oleh karena itu, perlu upaya percepatan reformasi hukum yang difokuskan pada pengambilalihan aset tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana yang rumit.
Demikian disampaikan Shri Hardjuno Wiwoho, mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya saat merilis hasil penelitiannya dengan judul “Prinsip Kepastian Hukum Pada Akselerasi Reformasi Hukum Terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non- Conviction Based Asset Forfeiture)“ di Kampus Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair), Selasa (26/3).
Saat memaparkan hasil risetnya, Hardjuno didampingi penasihat akademiknya, Prof. Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H., LL.M.
Adapun tim pengujinya, yaitu Prof. Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H., LL.M, Prof. Dr. Muhamad Nafik Hadi Ryandono, S.E., M.Si, Prof. Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum, Prof. Badri Munir Sukoco, S.E., MBA., Ph.D, Dr. Faizal Kurniawan, S.H., M.H., LL.M dan Dr. Prawita Thalib, S.H., M.H.
Hardjuno berharap pendekatan ini dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara dengan lebih efisien, sambil tetap menjaga prinsip kepastian hukum.
Apalagi, pemerintah Indonesia telah merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) sejak tahun 2012.