Dugaan Korupsi Menumpuk, Ratu Atut Didemo di Depan KPK
jpnn.com - JAKARTA - Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten dan Untirta Movement Community melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para demonstran meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
"Tangkap Ratu Atut. Tangkap dan lawan gurita Banten. Hancurkan rezim penindas rakyat," teriak demonstran yang berorasi di depan KPK, Jakarta, Senin (7/10).
Dalam aksi tersebut ada 11 orang mahasiswa yang berdiri di plang KPK.Mereka orang itu terdiri dari 10 pria dan satu orang perempuan. Sepuluh pria yang tidak mengenakan pakaian itu di tubuhnya tertulis sebuah huruf yang membentuk kata "SAVE BANTEN".
Sementara itu, Humas Aksi Untirta, Kahfi Nusantara menyatakan dari periode pertama Atut menjabat banyak indikasi tindak pidana korupsi. Pada tahun 2011, kata dia, Kejati Banten membidik Atut dan pejabatnya atas dugaan penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2007-2010. "BPK menemukan kerugian negara hampir Rp 1 triliun," kata Kahfi.
Temuan itu, lanjut dia, antara lain indikasi kerugian negara pada 2007 dengan 182 rekomendasi atas temuan itu, dengan dugaan kerugian negara Rp197,72 miliar. Dalam LHP BPK tahun 2008 terdapat 17 temuan dengan dugaan kerugian negara Rp197,72 miliar.
Selain itu, Kahfi menuturkan, dalam LHP BPK tahun 2009 dugaan kerugian negara sebesar Rp13,08 miliar dan LHP BPK tahun 2010 dengan 25 temuan ketidakpatuhan terhadap undang-undang. "Salah satunya pembelian kendaraan dinas pada biro umum dan perlengkapan yang bukan peruntukannya sebesar Rp16,89 miliar," katanya.
Kahfi menyatakan, ada juga skandal dana hibah dan bantuan sosial pemprov Banten tahun 2011 sebesar Rp340 miliar. Masalahnya, kata dia, dalam proses dan penetapan penerima hibah dan bansos prosedur itu tidak dijalankan. Proses penentuan penerima tertutup dan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan mengenai hibah dan bansos.
Dia menuturkan ada sekitar 10 lembaga penerima hibah dan bansos diduga fiktif dengan total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp4,5 miliar. Selain itu, ada lembaga penerima hibah dengan nama tidak jelas dan alamat yang sama.