Dulu Kuli Batu Kini jadi Bos, Sudah Keluarkan Rp 2 M untuk Bangun Masjid
Tak hanya itu, Sucipto juga membuat sendiri alat pemotong singkong. Dia memanfaatkan gergaji kayu bekas dan dinamo dari pompa air. Dengan alat sederhana buatannya itu, Sucipto bisa memotong singkong menjadi bagian-bagian tipis.
Pada tahap awal merintis usaha, Sucipto dibantu beberapa orang tetangganya. Butuh waktu tiga hari untuk menghasilkan … kilogram keripik singkong.
Keripik-keripik singkong yang awalnya tanpa merk itu dipasarkan sendiri oleh Sucipto. Door to door, keliling kampung.
“Alhamdulillah, dalam waktu sekitar dua jam, barang dagangan saya terjual habis,” ujar dia.
Dari situ, Sucipto seolah melihat secercah harapan dari bisnis yang baru ia rintis itu. Apalagi, dari keliling kampung itu, Sucipto mendapatkan relasi-relasi baru dari pedagang yang siap membantu pemasaran produknya.
Bisnis itu terus berkembang. Sucipto pun memiliki berpikir soal brand saat ada pihak dari Dinas Kesehatan yang mendatangi pabriknya, 2004 silam.
“Ketika mencari merk apa yang cocok, saya teringat dengan momen saat melihat kawanan lumba-lumba di Pantai Ngliyep,” kata pria kelahiran 29 Agustus 1965 itu.
Kini, usaha keripik cap lumba-lumba itu berkembang besar hingga memiliki 187 pegawai. Setiap harinya, pabrik milik Sucipto itu rata-rata memproduksi tiga ton keripik.