Eits... Jenderal Soedirman Pernah Membentuk Pasukan Rahasia di Jakarta
jpnn.com - FILM Jenderal Soedirman telah diputar di seluruh bioskop di Indonesia, sejak kemarin. Film berdurasi 90 menit ini dibuka dengan adegan sikap Belanda yang memutuskan secara sepihak perjanjian Renville, disusul agresi militer II. Film bergenre sejarah ini mengisahkan hari-hari Jenderal Soedirman semasa agresi militer 1948 tersebut.
Setelah memeriksa sejumlah literatur sejarah, sebetulnya ada kisah menarik yang dilakoni Pak Dirman menjelang agresi militer tersebut. Yakni kisah pasukan rahasia yang dibentuk Sang Jenderal bersama tokoh legendaris Tan Malaka.
Begini ceritanya. Sepanjang 8 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948, pihak Indonesia dan Belanda berunding di geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang sedang lepas jangkar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam perundingan yang kemudian hari dikenal sebagai perjanjian Renville, disepkatai: Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia; Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda; TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia.
Gara-gara perundingan tersebut, pasukan Siliwangi yang berkedudukan di Jawa Barat terpaksa angkat kaki hijrah ke Yogyakarta.
Nah, untuk mengisi kekosongan pejuang di Jawa Barat, Jenderal Soedirman atur siasat bersama Tan Malaka. Dua lakon itu memutuskan membentuk pasukan rahasia bernama Devisi Gerilya Bambu Runcing.
"Jenderal Soedirman menunjuk Sutan Akbar, pimpinan Laskar Rakyat Jakarta Raya (LRJR) yang kala itu sedang berada di Yogyakarta," tulis buku Gedoran Depok--Revolusi Sosial di Tepi Jakarta. Sang Jenderal tentu tidak serampangan menunjuk orang. Sutan Akbar punya rekam jejak yang sangat baik di kancah revolusi.
Nama aslinya Bahar Rezak. Dia mahasiswa kedokteran Ika Daigaku, aktivis Asrama Prapatan 10 yang pernah mengorganisir jagoan-jagoan Jakarta mengambil alih jaringan kereta api, trem, telepon serta senjata Jepang, beberapa saat setelah Soekarno Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.