Ekonom Sebut Harga BBM Bersubsidi Tidak Perlu Diturunkan
jpnn.com, JAKARTA - Pertamina didesak menurunkan harga BBM di tengah penurunan harga minyak global. Namun menurut Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, harga BBM bersubsidi sebaiknya tidak diturunkan meski harga minyak dunia melemah.
Selain karena hasil penjualan BBM Pertamina rendah selama pandemi Covid-19, harga minyak mentah diprediksi menguat setelah berakhirnya pandemi.
“Ketika (dulu) harga keekonomian naik, pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Nah, ketika saat ini Pertamina melakukan langkah strategis di hulu tetapi menghadapi kondisi oversupply dan sektor hilir yang murah, saya pikir status quo saja harga BBM itu dan meyakinkan masyarakat supaya BUMN strategis kita juga diselamatkan,” ujar dia di Jakarta, Selasa (12/5).
Artinya, lanjut dia, tidak serta-merta harga BBM segera disesuaikan atau diturunkan. Apalagi, Pertamina yang memiliki mayoritas stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) juga memiliki bisnis di hulu migas, yang tengah tertekan dan keseluruhan bisnisnya berbeda dengan pemain swasta.
Sehingga tidak tepat membandingkannya dengan Malaysia, atau negara Asean lain, karena luasan distribusi berbeda dan banyak variabelnya.
Senada itu, Ketua Komisi VII DPRI RI Sugeng Suprawoto mengatakan, faktor penentu harga eceran BBM bulan Mei 2020 masih sama dengan April 2020, alias tidak ada penurunan harga lantaran harga minyak dunia saat ini memiliki volatilitas tinggi dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika masih tidak stabil.
Dia mengungkapkan, harga BBM di Indonesia merupakan salah satu yang termurah di antara negara-negara ASEAN dan beberapa negara di dunia.
Sebagai contoh, untuk BBM RON 90 di Indonesia yang harganya ditetapkan Rp 7.650 per liter, di negara lain seperti Thailand ditetapkan Rp 7.810 per liter dan Philipina Rp 10.002 per liter. Bahkan di Laos setara dengan Rp 14.745 per liter.