Ekonom Sebut Harga BBM Bersubsidi Tidak Perlu Diturunkan
Saat ini volume penjualan BBM di Indonesia turun secara signifikan sekitar 26,4% pada April dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19 yaitu Januari hingga Februari.
Menurut Sugeng, saat pandemi COVID-19 seperti sekarang, Pertamina juga menghadapi tekanan berat. Hal ini bisa dilihat, dari permintaan yang turun drastis secara nasional hingga 34 persen, bahkan di Jakarta sampai 54 persen.
Hal lain yang menjadi pertimbangan, harga jenis BBM Umum (JBU) telah mengalami penurunan sebanyak 2 kali di tahun 2020 pada Januari dan Februari, dengan tingkat penurunan yang cukup signifikan di bulan Januari pada kisaran Rp 300 per liter hingga Rp 1.750 per liter dan bulan Februari pada kisaran Rp 50 per liter hingga Rp 300 per liter.
Namun, di tengah kondisi seperti itu, Pertamina terus mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk Public Service Obligations (PSO) seperti BBM Satu Harga, menyalurkan BBM ke seluruh wilayah Indonesia, bahkan sampai ke daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Meski pemerintah belum juga menurunkan harga, tetapi BBM di Tanah Air masih kompetitif di kawasan Asia Tenggara.
“Sekarang itu BBM yang ada subsidi utamanya solar dan bensin premium. Dalam APBN, subsidi energi sekitar Rp 150 triliun, yang antara lain untuk BBM sekitar Rp 16-18 triliun. Nah, kita lihat di kawasan Asean, relatif harga BBM kita hanya lebih mahal dibanding Malaysia. Artinya, kalau harga kita terus turun, maka kita menjadikan orang boros (BBM),” ucapnya.
Untuk diketahui, Fajriyah Usman VP Corporate Communication Pertamina menjelaskan harga BBM ditentukan oleh beberapa faktor, yakni antara lain harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar, inflasi dan lain-lain.
Dia memastikan Pertamina terus memantau pergerakan harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar sebagai faktor utama yang menentukan harga BBM.