Ekonomi Sulit, Kaum Muda Korsel Ogah Pacaran
Tekanan ekonomi dan sosial membuat para pemuda di Korsel enggan berkencan. Tahun lalu total angka penganggur mencapai 3,8 persen. Itu tertinggi sejak 17 tahun lalu. Dari jumlah tersebut, 10,8 persennya adalah penduduk usia 15-29 tahun. Mereka yang lulus kuliah harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan pekerjaan tetap.
Karena itulah, mereka tak punya waktu, uang, dan kapasitas emosional untuk pergi kencan. Waktu luang yang dimiliki digunakan untuk ikut kursus agar punya berbagai sertifikat. Harapannya itu bisa membuat prospek mereka mendapat kerja kian besar.
''Karir adalah yang paling penting di hidup saya. Jika saya kencan sembari mencari kerja, saya akan bingung dan tidak bisa berkomitmen di hubungan kami,'' terang Lee Young-seob. Pemuda 26 tahun itu baru lulus kuliah.
Biaya kencan juga tergolong mahal. Perusahaan perjodohan Duo memperkirakan, rata-rata biaya per kencan adalah KRW 63.495 atau setara Rp 774 ribu. Padahal, upah minimal rata-rata adalah KRW 8.350 per jam atau Rp 102 ribu. Butuh kerja 7,6 jam untuk membiayai satu kali kencan.
Berdasarkan survei periset online Embrain, 81 responden mengatakan bahwa biaya kencan itu menjadi tekanan tersendiri dalam hubungan. Karena itu, meski menyukai seseorang, mereka tidak akan berkencan jika situasi ekonominya tidak baik.
Nah, di kelas gender and culture tadi para mahasiswa yang menjalani tugas kencan punya satu aturan. Yaitu, dilarang menghabiskan uang di atas KRW 10 ribu atau Rp 122 ribu per kencan. Mereka dituntut kreatif. ''Ada banyak cara untuk bersenang-senang tanpa menghabiskan terlalu banyak uang,'' ujar Bae Jeong-weon.
Selain masalah uang, kekerasan seksual menyebabkan banyak orang enggan berkencan. Sepanjang 2017, terdapat 32 ribu kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi. Hampir separonya dilakukan pasangan sendiri. Mereka juga takut pasangannya akan merekam saat sedang berhubungan seksual. Skandal seks yang melanda bintang K-Pop baru-baru ini kian membuat pelik situasi. (sha/c4/sof)