Empat Jenis Angin Setelah Subuh
Oleh Dahlan IskanYang berjemaah sekitar 60 orang. Penuh sekali. Sebagian wanita. Sebagian sudah di situ sejak lewat tengah malam: qiyamul lail.
Sebagian lagi belum tidur sama sekali: masak. Di dapur dekat masjid itu. Untuk sajian makan pagi. Bagi seluruh jamaah. Gratis.
Saya hanya bicara kurang dari lima menit. Jemaah di situ orang-orang pintar. Mahasiswa S2 atau S3.
Bahkan beberapa sudah bergelar doktor. Di bidang ilmu yang berat-berat: ilmu komputer, ilmu material, konversi energi, kimia, fisika …
Saya lebih ingin mendengarkan mereka. Tentang ilmu-ilmu mereka. Dan apa yang bisa dilakukan di kemudian hari.
Salah satu jemaah bertanya: bagaimana kelak bisa pulang. Untuk mengabdi ke tanah air.?Ia merasa tidak nasionalis. Kalau tidak pulang.
Saya sampaikan: jangan punya perasaan seperti itu. Indonesia juga perlu lebih banyak orang sukses di luar negeri. Sebagai kekayaan nasional: kekayaan networking. Jangan merasa kalau hidup di luar negeri lantas tidak nasionalis.
Bahkan saya anjurkan: begitu lulus jangan pulang dulu. Bekerjalah dulu di Jepang. Paling tidak dua tahun. Untuk ‘kuliah kehidupan’ yang sebenarnya. Di negeri yang disiplinnya tinggi.