Empat Tahun Tsunami, Kisah Mereka yang Bangkit dari Titik Nol (1)
Sembuh dari Gila, Sukses Kelola Warung Kopi di PantaiRabu, 03 Desember 2008 – 05:47 WIB
Muhari mengakui pascatsunami dia stres berat, bahkan boleh dibilang gila selama empat bulan. Ditinggal orang-orang yang dikasihi secara tiba-tiba membuat pertahanan jiwanya terguncang. ”Dua anak saya dan istri hilang ditelan tsunami. Sampai sekarang pun saya tidak tahu jenazah dan kuburannya. Harta benda juga ludes,” tuturnya.
Selama empat bulan itu Muhari kerap ngomong melantur. Pekerjaannya hanya melamun. Sebagai salah seorang korban selamat, dia pun kerap diwawancarai wartawan. Namun, jawabannya sering ngawur. Di luar konteks pertanyaan. Bahkan, seorang wartawan CNN sempat dilempar batu oleh Muhari. Gara-garanya, sang wartawan mensyuting dirinya saat mengorek-ngorek tanah bekas rumahnya di Jalan Yos Soedarso Lorong No 4, sekitar 300 meter dari Masjid Babul Jannah. ”Untung, wartawannya diam. Kalau ingat-ingat itu sepertinya konyol,” ujarnya lalu tertawa tergelak.
Selama jiwanya terganggu itu, Muhari dirawat seorang adik kandungnya. Melihat kondisi itu, seorang ulama setempat membesuknya. Dia menasihati Muhari agar mengikhlaskan kepergian istri dan dua anak yang dicintai. ”Saya langsung tersadar bahwa nasib seseorang tidak bisa berubah kecuali yang bersangkutan mengubahnya,” katanya menirukan nasihat sang ustad.